Kamis, 12 September 2013

MENGHINDARI AMARAH & HINAAN

Pada suatu hari yang cerah,
seorang guru muda berjalan melintasi sebuah desa. Walaupun usianya baru menginjak dasawarsa ketiga, namun kepandaian &
kebijaksanaannya terkenal di seluruh penjuru negeri.

Tiba-tiba saja, langkahnya dihentikan oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, beraut wajah merah, tampak marah & tidak senang.

"Hei," katanya kasar.
"Anda itu tidak berhak mengajari orang lain..!"

Kemudian pemuda ini mulai berteriak menantang & menghina guru muda ini.
"Tahu tidak? Anda ini sama saja bodohnya dengan orang lain. Punya kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil nyalimu cukup besar ya. Ayoo...kalau berani kita berkelahi!"

Dengan wajah tenang, sambil tersenyum, sang guru muda malahan balik bertanya:
"Teman. Jika kamu memberi hadiah untuk seseorang,
tapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?"

Si pemuda terkejut, karena tiba-tiba diberi pertanyaan yang aneh.
Spontan, ia menjawab lantang, "Pertanyaan bodoh! Tentu saja! Hadiah itu tetap menjadi milikku karena akulah yang memberikan hadiah itu."

Guru muda ini tersenyum, lalu berkata,
"Kamu benar. Kamu baru saja memberikan marah & hinaan kepada saya & saya tidak menerimanya, apalagi merasa terhina sama sekali. Maka kemarahan & hinaan itu pun kembali kepadamu. Benar kan? Dan kamu menjadi satu-satunya orang yg tidak bahagia. Bukan saya.Karena sesungguhnya, melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri.
Membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri."

Pemuda itu terdiam, mencoba mencerna kata demi kata sang guru. Kepala & hatinya seperti tersiram air dingin,
ketika mendapat sebuah kesadaran baru.

Sang guru muda melanjutkan. "Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri, singkirkan kemarahan & ubahlah menjadi cinta kasih.
Ketika km membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar