Mengapa Islam begitu mementingkan ilmu dan memuliakan orang-orang yang belajar? Karena kebodohan dalam Islam adalah kebutaan, kegelapan, kematian dan selalu berujung kepada kemusyrikan yang akan membawa pada penderitaan dan kemalangan yang abadi.
"Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya, Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas, Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar." (Fathir:19-22)
"...Katakanlah (hai Muhammad): “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar:9)
Allah swt menggambarkan bahwa tidak sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu (bodoh) seperti bedanya antara orang buta dan melihat, orang hidup dan mati, teduh dan panas, gelap dan terang. Artinya Allah menyuruh manusia untuk menjadi manusia yang berilmu, dan hal itu tidak akan bisa di capai kecuali oleh manusia yang selalu belajar.
Carilah ilmu mulai dari buaian kasih bunda hingga kita dikuburkan (utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi), setiap muslim harus menghadirkan ilmu dalam hidupnya sehingga tidak terjebak dalam kebodohan dan menjadi manusia yang bodoh, mulai dari seseorang itu dilahirkan hingga ia wafat.
Kebodohan merupakan kerusakan terbesar dan musuh yang paling berbahaya. Sebab kebodohan merupakan sebab utama tergelincirnya manusia dari jalan yang benar, sumber dan penyebab utama kejahatan. Nama lain kebodohan adalah jahiliyyah, dan ujung akhirnya dari kebidihan adalah kemusyrikan
Suatu hari Nabi saw ditanya tentang orang yang bodoh. Beliau menjawab:
1. Orang yang bodoh dapat menyusahkanmu jika engkau bergaul dengannya,
2. ia bisa menyalahkanmu bila engkau tidak membantunya,
3. ia juga dapat mengungkit-ungkit sesuatu yang pernah ia berikan kepadamu,
4. ia tidak berterima kasih jika engkau memberinya,
5.jika engkau mempercayakan rahasia-rahasiamu kepadanya, ia akan menyalah gunakan kepercayaanmu.
Dari jawaban Nabi saw di atas terlihat bahwa orang yang bodoh tidak mempunyai nilai positif sama sekali. Itulah sebabnya kita harus lari dari kebodohan dan orang-orang yang bodoh. Lari dari kebodohan berarti kita harus menjadi orang yang mencari ilmu, menjadi manusia pembelajar, belajar dan terus belajar. Lari dari orang bodoh yaitu orang yang puas dengan ilmunya yang ada, atau orang yang malas belajar. Saat kita merasa puas dengan ilmu kita yang telah ada, berarti saat itu kita telah menjadi orang yang bodoh.
"Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (Ali Imran:79)
Allah memerintahkan kita untuk menjadi generasi Robbani, yaitu generasi yang terus mengajarkan ilmu dan mereka terus belajar. Disini Allah memerintahkan kita terjun dalam proses tarbiyah, yaitu proses belajar mengajar dimana ada murobbi yang menyampaikan ilmu dan ada mutarobbi yang menerima ilmu, dan hal ini terus berkesinambungan sampai azal menjemput kita.
Nabi Ibrahim as adalah teladan yang memahami pentingnya proses tarbiyah. Tatkala Allah swt memerintahkan beliau untuk menyembelih anaknya, maka Nabi Ibrahim as terlebih dahulu memanggil sang anak untuk berdialog. Hal ini diabadikan oleh Al Qur’an:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”." (As-Shaffat:102)
Ungkapan Nabi Ibrahim as, ”….Fandzur ma tara (fikirkanlah apa pendapatmu)”, menurut tafsir Ibnu Katsir menunjukkan kebijaksanaan sang ayah dalam menguji anaknya. Kita tahu ujian selalu melalui tahap pembelajaran, tidak serta merta diberikan. Itu berarti Nabi Ibrahim as sebelumnya telah menanamkan pentingnya ilmu bagi keluarganya, Nabi Ibrahim as telah memberikan tarbiyah kepada anaknya, Ismail as sehingga sang anak faham bahwa itu adalah perintah dari Allah. Dengan kata lain mereka telah menelaah maksud dari sebuah perintah. Ayat tersebut menggambarkan sebuah keluarga yang terus belajar dan haus ilmu.
Oleh karena itu, harus ada majelis-majelis ilmu di sekitar kita, ada dialog, diskusi dan tausiyah ilmiah. Seorang murobbi harus bisa menjadi tempat bertanya bagi mad’unya, menjadi tauladan, menekuni ilmu dan haus akan pengetahuan. Seorang ayah harus bisa menjadi teman belajar kepada anak-anaknya, dan membimbing anak-anaknya dalam memahami ilmu.
Hadirkan buku-buku dan literatur di rumah kita, perbanyak semua sarana dan fasilitas untuk meningkatkan ilmu. Kita harus menjadi manusia pembelajar yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Terus belajar dan belajar.
Rasulullah saw memberi motivasi kepada kita,
”Barang siapa menempuh suatu jalan di mana ia menuntut ilmu di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Tidak akan berkumpul suatu kaum dalam rumah dari beberapa rumah Allah, dimana mereka membaca kitab dan mempelajari di antara mereka, melainkan para malaikat akan menaungi mereka dan turunlah kepada mereka ketentraman, dan rahmat meliputi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka sebagai orang yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Wallahu A’lam...
Sumber : http://almudarris.wordpress.com/2009/06/17/menjadi-manusia-pembelajar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar