Senin, 30 September 2013

GAMBARAN ORANG YANG SUKA MENGADU DOMBA

Inilah gambaran orang yang suka memfitnah (mengadu domba) :
• Pengecut dan curang. Orang yang suka memfitnah tidak mampu bersaing secara sehat.
• Pendusta. Dusta/bohong menjadi menu utama dalam aksinya untuk memfitnah dan mengadu domba orang lain.
• Hidup dan kehidupannya dihantui oleh prasangka buruk
• Suka memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain. Dia asyik sekali membongkar rahasia, keburukan dan kebusukan seseorang, ketika orang itu tidak ada. Dan ketika orang itu datang, maka pembicaraan pun berhenti dengan sendirinya, kemudian berganti dengan memuji dan menyanjung. Ini adalah perbuatan hina dan jijik.
• Iri, dengki dan sombong selalu menempel di hatinya, bahkan menjadi darah daging. Ketika dia merasa gagal, iri dan dengki yang muncul. Namun, ketika memperoleh kesuksesan, dia sombong dan hidup melampaui batas.
* Aqidahnya telah rusak, karena lebih takut kepada manusia daripada takut kepada Allah. Dia rela memfitnah dan mengadu domba orang lain agar posisinya aman dihadapan manusia. Dengan kata lain, orang yang suka mengadu domba adalah penjilat bermuka dua.
* Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berpotensi menjadi pengkhianat.
Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berjalan dengan baju kesombongan, mengikuti kehendak hawa nafsu dan bujukan syetan. Otaknya dikotori dengan prasangka buruk. Hatinya beku, sulit menerima kebenaran, merasa dirinya paling benar dan paling berjasa sehingga merasa tidak enak dan cemburu ketika orang lain mendapat kesuksesan. Kebahagiannya di atas penderitaan orang lain. Kehidupannya terlena dengan tipu daya syetan. Aqidah dan idealismenya dijual hanya untuk memperoleh kesenangan dunia. Dan ksenangan itu dia dapat dari menghancurkan orang lain.
Ingatlah .... Rasulullah SAW bersabda, "Aku tidak khawatir kalian miskin, tetapi aku khawatir (kalian mendapatkan) dunia (lalu) kalian bersaing dalam urusan dunia itu." (HR. Ahmad)

1 ONS bukan 100 Gram – Pendidikan yang Menjadi Boomerang


images1 ONS bukan 100 Gram – Pendidikan yang Menjadi Boomerang
Seorang teman saya yang bekerja pada sebuah perusahaan asing, di PHK akhir
tahun lalu. Penyebabnya adalah kesalahan menerapkan dosis pengolahan
limbah, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kesalahan ini terkuak
ketika seorang pakar limbah dari suatu negara Eropa mengawasi secara
langsung proses pengolahan limbah yang selama itu dianggap selalu gagal.
Pasalnya adalah, takaran timbang yang dipakai dalam buku petunjuknya
menggunakan satuan pound dan ounce. Kesalahan fatal muncul karena yang
bersangkutan mengartikan 1 pound = 0,5 kg. dan 1 ounce (ons) = 100 gram,
sesuai pelajaran yang ia terima dari sekolah. Sebelum PHK dijatuhkan,
teman saya diberi tenggang waktu 7 hari untuk membela diri dgn. cara
menunjukkanacuan ilmiah yang menyatakan 1 ounce (ons) = 100 g. Usaha maksimum yang dilakukan hanya bisa menunjukkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
mengartikan ons (bukan ditulis ounce) adalah satuan berat senilai 1/10
kilogram. Acuan lain termasuk tabel-tabel konversi yang berlaku sah atau
dikenal secara internasional tidak bisa ditemukan.
SALAH KAPRAH YANG TURUN-TEMURUN.
Prihatin dan penasaran atas kasus diatas, saya mencoba menanyakan hal ini
kepada lembaga yang paling berwenang atas sistem takar-timbang dan ukur di
Indonesia, yaitu Direktorat Metrologi . Ternyata, pihak Dir. Metrologi-pun
telah lama melarang pemakaian satuan ons untuk ekivalen 100 gram. Mereka
justru mengharuskan pemakaian satuan yang termasuk dalam Sistem
Internasional (metrik) yang diberlakukan resmi di Indonesia. Untuk ukuran
berat, satuannya adalah gram dan kelipatannya. Satuan Ons bukanlah bagian
dari sistem metrik ini dan untuk menghilangkan kebiasaan memakai satuan
ons ini, Direktorat Metrologi sejak lama telah memusnahkan semua anak
timbangan (bandul atau timbal) yang bertulisan “ons” dan “pound”.
Lepas dari adanya kebiasaan kita mengatakan 1 ons = 100 gram dan 1 pound =
500 gram,ternyata tidak pernah ada acuan sistem takar-timbang legal atau
pengakuan internasional atas satuan ons yang nilainya setara dengan 100
gram. Dan dalam sistem timbangan legal yang diakui dunia internasional,
tidak pernah dikenal adanya satuan ONS khusus Indonesia. Jadi, hal ini
adalah suatu kesalahan yang diwariskan turun-temurun. Sampai kapan mau
dipertahankan ?
BAGAIMANA KESALAHAN DIAJARKAN SECARA RESMI ?
Saya sendiri pernah menerima pengajaran salah ini ketika masih di bangku
sekolah dasar. Namun, ketika saya memasuki dunia kerja nyata, kebiasaan
salah yang nyata-nyata diajarkan itu harus dibuang jauh karena akan
menyesatkan. Beberapa sekolah telah saya datangi untuk melihat sejauh mana
penyadaran akan penggunaan sistem takar-timbang yang benar dan sah dikemas
dalam materi pelajaran secara benar, dan bagaimana para murid (anak-anak kita)
menerapkan dalam hidup sehari-hari. Sungguh memprihatinkan. Semua sekolah
mengajarkan bahwa 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, dan anak-anak
kita pun menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. “Racun” ini sudah
tertanam didalam otak anak kita sejak usia dini.
Dari para guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa semua buku pegangan yang
diwajibkan atau disarankan oleh Departemen Pendidikan Indonesia
mengajarkan seperti itu. Karena itu, tidaklah mungkin bagi para guru untuk
melakukan koreksi selama Dep. Pendidikan belum merubah atau memberi-kan
petunjuk resmi.
TANGGUNG JAWAB SIAPA ?
Maka, bila terjadi kasus-kasus serupa diatas, Departemen Pendidikan kita
jangan lepas tangan. Tunjukkanlah kepada masyarakat kita terutama kepada
para guru yang mengajarkan kesalahan ini, salah satu alasannya agar tidak
menjadi beban psikologis bagi mereka ; “acuan sistem timbang legal yang
mana yang pernah diakui / diberlakukan secara internasional, yang
menyatakan bahwa 1 ons adalah 100 gram, 1 pound adalah 500 gram.”?
Kalau Dep. Pendidikan tidak bisa menunjukkan acuannya, mengapa hal ini
diajarkan secara resmi di sekolah sampai sekarang ? Pernahkan Dep.
Pendidikan menelusuri, dinegara mana saja selain Indonesia berlaku
konversi 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram ? Patut dipertanyakan
pula, bagaimana tanggung jawab para penerbit buku pegangan sekolah yng
melestarikan kesalahan ini ?
Kalau Dep. Pendidikan mau mempertahankan satuan ons yang keliru ini,
sementara pemerintah sendiri melalui Direktorat Metrologi melarang
pemakaian satuan “ons” dalam transaksi legal, maka konsekwensinya ialah
harus dibuat sistem baru timbangan Indonesia (versi Depdiknas). Sistem
baru inipun harus diakui lebih dulu oleh dunia internasional sebelum
diajarkan kepada anak-anak. Perlukah adanya sistem timbangan Indonesia
yang konversinya adalah 1 ons (Depdiknas) = 100 gram dan 1 pound
(Depdiknas) = 500 gram. ? Bagaimana “Ons dan Pound (Depdiknas)” ini
dimasukkan dalam sistem metrik yang sudah baku diseluruh dunia ? Siapa
yang mau pakai ?.
HENTIKAN SEGERA KESALAHAN INI
Contoh kasus diatas hanyalah satu diantara sekian banyak problema yang
merupakan akibat atau korban kesalahan pendidikan. Saya yakin masih banyak
kasus-kasus senada yang terjadi, tetapi tidak kita dengar. Salah satu
contoh kecil ialah, banyak sekali ibu-ibu yang mempraktekkan resep kue
dari buku luar negeri tidak berhasil tanpa diketahui dimana kesalahannya.
Karena ini kesalahan pendidikan, masalah ini sebenarnya merupakan masalah
nasional pendidikan kita yang mau tidak mau harus segera dihentikan.
Departemen Pendidikan tidak perlu malu dan basa-basi diplomatis mengenai
hal ini. Mari kita pikirkan dampaknya bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Berikan teladan kepada bangsa ini untuk tidak malu memperbaiki kesalahan.
Sekalipun hanya untuk pelajaran di sekolah, dalam hal Takar-Timbang-Ukur,
Dep. Pendidikan tidak memiliki supremasi sedikitpun terhadap Direktorat
Metrologi sebagai lembaga yang paling berwenang di Indonesia. Mari kita
ikuti satu acuan saja, yaitu Direktorat Metrologi.
Era Globalisasi tidak mungkin kita hindari, dan karena itu anak-anak kita
harus dipersiapkan dengan benar. Benar dalam arti landasannya, prosesnya,
materinya maupun arah pendidikannya. Mengejar ketertinggalan dalam hal
kualitas SDM negara tetangga saja sudah merupakan upaya yang sangat
berat. Janganlah malah diperberat dengan pelajaran sampah yang justru
bakal menyesatkan. Didiklah anak-anak kita untuk mengenal dan mengikuti
aturan dan standar yang berlaku SAH dan DIAKUI secara internasional, bukan
hanya yang rekayasa lokal saja. Jangan ada lagi korban akibat pendidikan
yang salah. Kita lihat yang nyata saja, berapa banyak TKI diluar negeri
yang berarti harus mengikuti acuan yang berlaku secara internasional.
Anak-anak kita memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang benar
sebagai upaya mempersiapkan diri menyongsong masa depannya yang akan penuh
dengantantangan berat.
ACUAN MANA YANG BENAR ?
Banyak sekali literatur, khususnya yang dipakai dalam dunia tehnik, dan
juga ensiklopedi ternama seperti Britannica, Oxford, dll. (maaf, ini bukan
promosi) menyajikan tabel-tabel konversi yang tidak perlu diragukan lagi.
Selain pada buku literatur, tabel-tabel konversi semacam itu dapat
dijumpai dengan mudah di-dalam buku harian / diary/agenda yang biasanya
diberikan oleh toko atau produsen suatu produk sebagai sarana promosi.
Salah satu konversi untuk satuan berat yang umum dipakai SAH secara
internasional adalah sistem avoirdupois / avdp. (baca : averdupoiz).
1 ounce/ons/onza = 28,35 gram (bukan 100 g.)
1 pound = 453 gram (bukan 500 g.)
1 pound = 16 ounce (bukan 5 ons)
Bayangkan saja, bagaimana jadinya kalau seorang apoteker meracik resep
obat yang seharusnya hanya diberi 28 gram, namun diberi 100 gram. Apakah
kesalahan semacam ini bisa di kategorikan sebagai malapraktek ?
Pelajarannya memang begitu, kalau murid tidak mengerti, dihukum !!!
Jadi, kalau malapraktik, logikanya adalah tanggung jawab yang mengajarkan.
(ini hanya gambaran / ilustrasi salah satu akibat yang bisa ditimbulkan,
bukan kejadian sebenarnya, tetapi dalam bidang lain banyak sekali terjadi)
KALAU BUKAN KITA YANG MENYELAMATKAN – LALU SIAPA ?
Melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua kalangan, baik kalangan
pemerintah, akademis, profesi, bisnis / pedagang, sekolah dan orang tua
dan juga yang lainnya untuk ikut serta mendukung penghapusan satuan “ons
dan pound yang keliru” dari kegiatan kita sehari-hari. Pengajaran system
timbang dgn. satuan Ounce dan Pound seharusnya diberikan sebagai
pengetahuan disertai kejelasan asal-usul serta rumus konversi yang benar.
Hal ini untuk membuang kebiasaan salah yang telah melekat dalam kebiasaan
kita, yang bisa mencelakakan / menyesatkan anak-anak kita, generasi
penerus bangsa ini.
# # # # #
Tulisan ini akan dikirimkan kepada media masa, baik cetak maupun
elektronik yang mau menyiarkannya demi kepentingan bangsa. Dipersilahkan
mengubah formatnya sesuai dengan ketentuan penyiaran masing-masing.
Juga kepada sekolah-sekolah, pabrik-pabrik serta LSM dan masyarakat umum,
untuk diketahui secara luas.
Bila anda merasa sependapat dengan saya, setuju untuk menghentikan
kesalahan ini demi masa depan anak bangsa Indonesia, silahkan diperbanyak
/ difoto copy dan disebar-luaskan sendiri.
Bila anda ragu-ragu terhadap kebenaran tulisan ini, silahkan menanyakannya
langsung kepada Direktorat Metrologi atau Balai Metrologi setempat dikota
anda berada.
Terima kasih saya ucapkan kepada anda yang peduli dan mau berpar-tisipasi
menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia. Semoga Tuhan memberkati
upaya ini, yang kita lakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.
# # # # #
Ditengah orang-orang waras, dia yang lain sendiri dianggap gila. Ditengah
orang-orang gila, dia yang waras justru dianggap gila. Memang banyak orang
yang benar, tetapi jangan diartikan bahwa yang diikuti banyak orang itulah
yang pasti dan selalu benar.
LEMBAR PELENGKAP TAKAR – UKUR – TIMBANG MENGIKUTI SISTEM METRIK YANG BERLAKU SEJAK THN 1799
Kuantitas Satuan Simbol Keterangan Panjang meter m Bukan mtr Luas meter persegi  m2 Isi meter kubik m3 Berat gram g Bukan gr Takaran liter l 1 l = 1.000 cm3 (cc)
Suhu derajad Celcius ºC
BEBERAPA SEBUTAN / AWALAN UNTUK FAKTOR PENGALI DALAM SISTEM METRIK
Awalan Faktor Pengal Simbol / Singkatan
Contoh Pemakaian
Giga 1.000.000.000 G GHz
mega 1.000.000 M MW
kilo 1000 k km
hecto 100
h ha
deka 10 da dam
deci 0,1 d dm
centi 0,01 c cm
mili 0,001 m ml
micro 0,000.001 μ
μF
dan seterusnya.
Dalam sistem metrik memang dikenal 1 are = 100 m2 khusus untuk ukuran
tanah yang diakui sah secara internasional.
Untuk satuan ONS yang mengartikan kelipatan 100 g., apalagi POUND yang
mengartikan kelipatan 500 g., tidak pernah ada didalam sistem metrik
maupun non-metrik / imperial yang pernah diberlakukan sah secara
internasional.

Musuh Terbesar Buaya Caiman: Pisang


Pisang membuat caiman yang hidup dekat perkebunannya, mengecil lebih cepat. Apa penyebabnya?

caiman,buayaBuaya caiman. (Thinkstock)
Pisang menjadi komoditi besar di Kosta Rika dan mendatangkan keuntungan ratusan juta dolar tiap tahunnya. Namun, berkembangnya usaha buah berwarna kuning terang ini bisa menjadi bencana bagi buaya caiman.
Riset yang tertuang dalam Environmental Toxicology and Chemistry menyatakan bahwa buaya caiman (Caiman crocodilus) yang hidup di dekat perkebunan pisang, mengecil lebih cepat serta memiliki kandungan pestisida tinggi dalam darahnya dibanding buaya caiman di lokasi terpencil.
"Binatang ini jadi amat sangat kecil, sekitar 50 persen lebih kecil dari mereka yang berada jauh dari perkebunan," kata pendamping penulis, Peter Ross, seorang pakar ekotoksologi dan pendamping profesor di University of Victoria, British Columbia.
Namun, belum jelas apakah pestisida ini langsung meracuni para caiman. Atau pestisida itu masuk ke tubuh mereka secara tidak sengaja melalui sumber makanan yang terpapar. Meski demikian, Ross dan koleganya berpendapat, caiman terkena dampak pestisida berkat makanan.
Sebab, semua pestisida yang terdeteksi merupakan insektisida, maka bahan kimia yang ada di dalamnya pastilah menyebar ke rantai makanan terbawah. Ini akan memengaruhi ikan yang memakan serangga, menyebabkan caiman harus mencari sumber makanan lebih jauh agar bisa mengasup ikan-ikan yang tersisa.
Rahmat pisang
Kosta Rika menjadi lokasi utama produksi pisang mengingat lahannya yang hangat, curah hujan yang cukup, dan tanah yang baik. Buah ini juga berperan sebagai salah satu kunci ekspor dengan menghasilkan dua juta ton pisang pada 2011 dan keuntungan lebih dari US$700 juta.
Sebanding dengan tingginya permintaan buah ini, demikian juga dengan penggunaan pestisida. Dalam dua dekade terakhir, penggunannya di Amerika Tengah meningkat dua kali lipat. Kosta Rika malah menduduki peringkat dua di dunia dalam penggunaan intensitas pestisida.
Khusus untuk pisang, buah yang miskin keanekaragaman genetika untuk melawan hama, menerima dosis besar pestisida dibanding tumbuhan lain di dunia. Selain itu, kurangnya infrastruktur dan penegakan hukum, ikut membantu penyebaran kontaminasi ini.
Curah hujan akhirnya membawa pestisida dari perkebunan pisang ke jalur air terdekat. Di timur laut Kosta Rika, bahan kimia dari perkebunan pisang nampak mengalir dari Sungai Rio Suerte ke Area Konsverasi Tortuguero --salah satu alam liar terpenting di negara itu.
Area ini menyediakan habitat bagi banyak organisme yang masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), termasuk buaya caiman.
(Allie Wilkinson)


Selasa, 24 September 2013

12 kata “JANGAN MENUNGGU” yang perlu dihindari



1. Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu akan bahagia.

2. Jangan menunggu kaya baru bersedekah, tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.

3. Jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.

4. Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli, tapi pedulilah dengan orang lain! Maka kamu akan dipedulikan.

5. Jangan menunggu orang memahami kamu baru kamu memahami dia, tapii pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.

6. Jangan menunggu terinspirasi baru menulis, tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.

7. Jangan menunggu proyek baru bekerja, tapi bekerjalah, maka proyek akan menunggumu.

8. Jangan menunggu dicintai baru mencintai,tapi belajarlah mencintai, maka kamu akan dicintai.

9. Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang, tapi hiduplah dengan tenang. Percayalah bukan sekadar uang yang datang tapi juga rejeki yang lainnya.

10. Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti, tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.

11. Jangan menunggu sukses baru bersyukur, tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.

12. Jangan menunggu bisa baru melakukan, tapi lakukanlah! Maka kamu pasti bisa!

MISS WORLD

Sarlito Wirawan Sarwono

Saya bukan orang yang terlalu berminat pada kontes-kontes Miss-miss-an. Dulu, jamannya kontes Cover Girl dan Cover Boy yang diselenggarakan oleh sebuah majalah remaja di akhir tahun 1980-an, memang selama beberapa tahun saya dan almarhum pelawak Dono pernah menemani para finalis keliling beberapa kota di Indonesia untuk berceramah. Saya memberi ceramah serius, Dono bagian yang dua rius (tetapi rasanya saya tidak pernah ketemu cover boy Tukul, jadi dari mana Tukul mendapat gelar cover boy tetap menjadi misteri? Apalagi dibanding Dono, masih lebih cakep Dono buat jadi cover boy).
Walaupun demikian saya tidak pernah terlibat lebih dalam dari itu. Saya hanya melihat sepintas-sepintas saja di TV jalannya acara, terutama gelar finalis kontes-kontes kecantikan. Baik yang luar negeri seperti Miss World dan Miss Universe (apa bedanya, ya?), maupun yang di Indonesia seperti Abang dan None Jakarta (kebetulan anak dan menantu saya, suami-isteri, dua-duanya finalis Abnon), Putri Indonesia, Putri Kampus, Gadis Sampul, Putri Jamu, bahkan Putri Pajak pun ada. Selama ini pendapat saya sama dengan pendapat kebanyakan orang Indonesia lain, fine-fine saja. Buktinya, selama ini juga tidak pernah ada yang protes terhadap kontes-kontes kecantikan itu, kok. Para preman berjubah yang akhir-akhir ini sering berdemo anti Miss World, waktu itu juga fine-fine saja.
Tetapi untuk mengadakan kontes Miss World di Indonesia, sejak semula saya tidak sependapat. Bukan karena Miss World mengeksploitasi kecantikan perempuan. Kontes-kontes yang saya sebutkan di atas, semuanya juga mengkesploitasi kecantikan, tetapi apa yang salah dengan orang cantik? Makin cantik makin menarik, ya kan? Apalagi ditambah dengan kepintaran. 
Salah benar yang berpendapat bahwa lomba kecantikan merendahkan harkat wanita. Setiap lomba selalu mencari yang terbaik. Lomba lari mencari pelari tercepat, lomba renang mencari perenang tercepat, Liga sepak bola mencari kesebelasan terbaik, jadi lomba kecantikan tentu saha mencari yang tercantik. Merendahkan harkat wanita itu adalah jika wanita pandai tidak boleh sekolah (Malala Yousafzai, seorang siswi di Pakistan, ditembak Taliban, hanya gara-gara ia curhat di media sosial bahwa ia ingin terus sekolah), atau perempuan tidak boleh nyupir mobil (di Saudia Arabia), atau perempuan umroh atau naik haji wajib ditemani muhrim (sehingga jemaah Indonesia yang kebetulan artis cantik dari Jakarta, terpaksa di-“muhrim”-kan dengan seorang jemaah asal Papua yang berkulit hitam-kelam, sekedar agar bisa lolos umroh. Anehnya, petugas imigrasi di Jedah tak banyak tanya, langsung lolos).
Saya tidak sependapat dengan penyelenggaraan Miss World Indonesia, karena konstelasi sosial-psikologi, apalagi politik di Indonesia tidak kondusif. Mestinya, setiap orang yang cukup peka tentang dinamika masyarakat di Indonesia bisa mengantisipasi dampak yang merepotkan kalau Miss World diadakan di Indonesia. Walaupun tanpa bikini, walaupun kontestan malah belajar menari dan memasak kuliner Indonesia, walaupun bisa mempromosikan Indonesia, tetap tidak kondusif, karena masalahnya ada pada tataran ideologi (keyakinan. kognitif), bukan pada tataran praktis, realistik. Buktinya, apapun alasannya, MUI melarang Miss World, dan walaupun seringkali fatwa MUI tidak digubris oleh umat, kali ini fatwa MUI itu dijadikan alasan kuat oleh yang tidak setuju (termasuk para moslem moderat juga, loh) untuk menentang Miss World, bahkan demo memacetkan Bunderan HI.
Anehnya, pemerintah (saya tidak tahu instansi pemerintah yang mana) mengizinkan perhelatan kontroversial ini. Lebh aneh lagi sekarang pemerintah (saya tidak tahu apakah ini instansi pemerintah yang sama) melarang malam final di Sentul (kalau di Bali, Oke-lah). Bisa dibayangkan betapa repot dan ruginya penyelenggara. Banyak komitmen dengan pihak-pihak ketiga (gedung, pesawat terbang, sound system, EO, artis-artis lokal pendukung dll) yang harus dibatalkan (dengan pinalti), dan kontrak-kontrak baru harus dibuat cepat-cepat dengan pihak-pihak lokal. Dan yang namanya cepat-cepat, pasti banyak cacat!
***
Namun yang paling membuat saya tidak habis pikir adalah adanya kontes World Muslimah yang tiba-tiba saja muncul di Jakarta, seakan-akan jatuh dari langit dan malam finalnya diselenggarakan tanggal 18 September yang lalu (kok hari Rabu, ya? Mungkin kehabisan venue yang masih bisa di-booking di akhir pekan?). Buat saya, walaupun namanya “Muslimah” ujung-ujungnya tetap eksploitasi kecantikan. Sama persis dengan Moss World, cuma yang satu pandai mengaji yang lain tidak, yang satu pakai hijab (arti harafiahnya: tirai pemisah antara ruang laki-laki dan perempuan, bukan asesori busana wanita), yang lain tidak.
Tetapi yang paling menggelikan adalah terkesan sekali dadakannya. Empat belas dari 20 finasilsnya orang Indonesia (70%) adalah orang Indonesia. Maka nama-nama finalis yang muncul antara lain adalah Putri Puspita Wardani, Naidia Chairunusa, Anggi Maisarah dan Santi Handayani. Internasional dari mana?
Negara peserta (semuanya finalis) datang dari enam negara saja, yakni Brunei, Malaysia, Bangladesh, Iran, Nigeria dan Amerika Serikat. Finalisnya Amrik, Airel Fatima, malah mengundurkan diri, karena muhrimnya (ayahnya) tidak enak badan (not delisicious body), sehingga sebagai muslimah dia tidak bisa bepergian sendiri. Terus ke mana itu negara-negara lain seperti Pakistan, Irak, Afghanistan, Mesir (ini harus ikut, pasti jadi pemenang), Arab Saudia, Libanon (Miss Libanon , Karen Grhawi, justru saya lihat ikut ajang Miss World), dan lainnya? Internasional dari mana?
Pokoknya, buat saya kontes World Muslimah, lebih konyol dari Miss World itu sendiri. World Muslimah adalah kontes ngasal yang dibuat secara impulsif, dan hanya merupakan reaksi kekanak-kanakan. Dia dibuat cepat-cepat dan yang namanya cepat-cepat, pasti banyak cacat!
Walhasil, suka atau tidak suka, cacat-cacat itu akan merendahkan citra Islam itu sendiri. Justru karena semua “permainan” menggunakan label-label Islam, padahal isinya cuma persaingan bisnis atau politik atau dua-duanya.

Jakarta, 18 September 2013

source : fb Sarlito Wirawan Sarwono

INI DIA LELAKI HEBAT NAMANYA

  Lelaki HEBAT tidaklah diukur dari seberapa banyak ia telah menaklukan hati wanita..
Tidak pula diukur dari berapa banyak ia memiliki wanita dalam hidupnya..

Akan tetapi ia adalah seorang lelaki :
Yang mampu menolak cinta banyak wanita hanya demi seorang wanita yang dicintainya..

Yang mampu meneguhkan hatinya hanya demi seorang wanita yang di cintainya..

Yang mampu memuliakan dan menjaga hati seorang wanita yang di cintainya..

Dan yang mampu untuk selalu setia hati hanya untuk seorang wanita yang di cintainya.

Ketika ia telah berketetapan hati untuk menjatuhkan pilihan kepada seorang wanita.
Maka hanya dia lah satu-satunya wanita yg akan menjadi pendamping hidupnya.
Yang akan selalu di sayanginya sampai ajal memisahkan mereka..

Ketika ia kaya pun..
Maka ia tak akan mudah berpaling pada wanita ya lain..
Itu baru lelaki HEBAT namanya..

Menteri Yang Bijak


Alkisah ada seorang raja yang memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum menterinya yang salah.
Jika sang Raja tidak berkenan maka menteri yang salah akan dilempar ke kandang agar dicabik oleh anjing ganas tersebut.

Suatu hari seorang menteri membuat keputusan salah dan murkalah Raja. Maka diperintahkan agar sang menteri dimasukkan ke kandang anjing ganas.

Menteri berkata: "Paduka, saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi paduka tega menghukumku begini. Atas pengabdianku selama ini saya hanya minta waktu penundaan hukuman 10 hari saja".
Sang Raja pun mengabulkannya.

Sang menteri bergegas menuju kandang anjing tersebut dan meminta izin kepada penjaga untuk mengurus anjing-anjingnya.
Ketika ditanya untuk apa?
Maka dijawab: "Setelah 10 hari nanti engkau akan tahu''.
Karena tahu itu menteri maka diizinkan.

Selama 10 hari itu sang menteri memelihara, mendekati, memberi makan bahkan akhirnya bisa memandikan anjing-anjing tersebut hingga menjadi sangat jinak padanya.

Tibalah waktu eksekusi, disaksikan Raja dimasukkanlah sang menteri ke kandang anjing, tetapi Raja kaget saat melihat anjing-anjing itu justru jinak padanya.
Maka dia bertanya apa yang telah dilakukan menteri pada anjing-anjing tersebut?

Jawab menteri:
"Saya telah mengabdi pada anjing-anjing ini selama 10 hari dan mereka tidak melupakan jasaku. Tapi paduka… Saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi paduka tega menjatuhkan hukuman ini pada saya".

Terharulah raja, meleleh airmatanya lalu dibebaskanlah sang menteri dari hukuman & dimaafkan.


Cerita ini sungguh hadiah dari hati yang terdalam bagi semua insan; agar tidak mudah mengingkari & melupakan berbagai kebaikan yang kita terima dari orang-orang terdekat kita, hanya karena kejadian sesaat yang tidak mengenakkan & jangan mudah menghapus kenangan dan persahabatan yang telah terukir bertahun lamanya hanya krn hal-hal kecil yang kurang kita sukai padanya saat ini. Apalagi jika penilaian kita padanya lebih didominasi subyektifitas kita.
Jangan sampai kita kalah dengan hewan tersebut dalam menghargai sebuah kebaikan & bakti.

Tanggapi tulisan ini dengan dewasa dan bijak, ambil hikmah positif dan lakukan untuk kebaikan bersama.

Jumat, 20 September 2013

Alasan Kenapa Seorang Manusia Susah Untuk Shalat



Agama tidak hanya mengajarkan percaya pada Tuhan saja. Di dalamnya ada tuntunan dan aturan-aturan yang harus dipatuhi. Ada kewajiban yang harus dijalankan, baik itu kewajiban kepada sesama manusia maupun kewajiban kepada tuhan. Standart pribadiku kewajiban untuk berbuat baik kepada sesama manusia bisa hanya sebatas tidak merugikan orang lain. Tidak mengganggu orang lain dan tidak mengambil alih hak-hak orang lain. dan lagi kita bisa berimprovisasi sendiri meningkatkan nilai diri lewat membantu orang lain.

Shalat adalah salah satu ibadah yang paling diwajibkan oleh Tuhan.

Waktu usiaku 7 tahun, aku merasa tidak berkewajiban untuk menunaikan ibadah shalat. Karena dulu, aku percaya kalau katanya dosa anak yang belum baligh (dewasa) itu ditanggung oleh orang tua. Pasalnya, orang tua lah yang berkewajiban mendidik anaknya. Ya, sesekali aku shalat karena cinta pada orang tua. Takut kalau mereka harus masuk neraka karena aku tidak shalat. Padahal hakikatnya kalimat "dosa ditanggung oleh orang tua" itu adalah agar anak jadi rajin beribadah, karena biasanya anak-anak akan mencintai orang tuanya dan tidak mau kalau orang tuanya masuk neraka.

Menginjak usia 13 tahun, aku juga belum shalat. Lah, kan aku belum baligh. Jadi belum menanggung dosa sendiri. Masih ada orang tua yang bisa dijadikan tameng dari dosa-dosa. Lagipula di usia itu adalah saat yang paling enak untuk bermain dengan teman sebaya. Bermain sepak bola, kejar-kejaran.

Di usia 17 tahun, aku tahu aku sudah menanggung dosa sendiri. Karena sudah baligh, sudah mimpi "naik ke bulan". Sebuah istilah yang aku tidak tahu apa artinya. Tapi aku baru "naik ke bulan" selama dua tahun. Jadi dosaku masih dua tahun, masih sedikit. Jadi, umur 20 tahun nanti lah aku akan mengganti shalat yang tertinggal itu.

Di usia 20 tahun, aku mulai mempertanyakan agamaku. Aku sudah masuk kuliah dan harus kritis. Jadi aku bertanya tentang tuhan, tentang kitab suci, tentang nabi dan tentang kebenaran dari semuanya. Aku tidak mungkin shalat dalam keadaan labil. Aku harus menemukan jati diriku.

Di usia 24 tahun, aku selesai kuliah. Agamaku telah mulai kuyakini. Tapi kini aku tengah sibuk mencari kerja. Jadi aku sibuk kesana kemari. Mencari lowongan, menyiapkan berkas lamaran. dan itu melelahkan sekali. Aku tidak memiliki waktu untuk shalat. Shalat sih sebentar saja, tapi kadang terlalu sering menginterupsi.

Di usia 25 tahun. Aku belum mendapat kerja. Aku menggugat tuhan. Aku telah berusaha, tapi aku tidak mendapatkan. Aku jadi tidak mau shalat.

Di usia 27 tahun. Aku sudah bekerja di sebuah perusahaan ternama. Posisiku juga lumayan. Tapi, sibuknya bukan main. Sebentar-sebentar HP berdering. Lagi pula aku tengah pedekate dengan seorang gadis pujaan. Dengan seabrek kesibukan itu, mana sempat aku shalat.

Usiaku beranjak 30 ketika anak pertamaku lahir. Duh senangnya, karirku juga makin mapan. Namun, kesibukan makin merajai. Aku harus mengejar setiap kesempatan untuk masa depan keluargaku. Pertumbuhan anakku juga menyita perhatian yang besar, aku juga harus menyekolahkan anakku ke sekolah umum dan agama agar kelak ia berguna bagi bangsa dan agamanya.

Di usia 35, anak keduaku lahir. Dia wanita, cantik sekali. Bahkan sering aku memandikan dan menggantikan popoknya. Hidupku serasa lengkap sekali. Tapi, biaya hidup makin meningkat. Orang tuaku juga sudah mulai sakit-sakitan dan butuh biaya berobat. Aku harus makin rajin bekerja untuk menafkahi mereka. Sholat masih bisa kumulai di usia 40 nanti, pikirku.

Di usia 40, entah kenapa anakku tak seperti yang kuharapkan. Aku tak menyangka mereka bisa senakal itu. Bahkan anak pertamaku pernah tertangkap karena menghisap daun ganja. Daun surga katanya. Aku tak bisa konsentrasi untuk shalat. Ada saja yang membuat aku tak pernah melakukan ibadah utama itu.

45 tahun kujalani. Aku semakin lemah, tak sekuat dulu. Batuk sesekali mengeluarkan darah. Istriku mulai rajin berdandan, sayangnya dia berdandan saat keluar rumah saja. Di rumah, wajahnya tak pernah dipupur bedak sedikitpun. Aku merutuk, dosa apa yang telah aku lakukan hingga hidupku jadi begini?

Usiaku menginjak 55, aku berpikir kalau usia 60 nanti adalah waktu yang tepat untuk memulai shalat. Saat aku sudah pensiun dan aku akan tinggal di rumah saja. Saat itu adalah saat yang tepat sekali untuk menghabiskan hari tua dan beribadah sepenuhnya kepada tuhan.

Tapi aku sudah lupa bagaimana cara shalat. Aku lupa bacaannya. Aduh, aku harus mendatangkan seorang ustadz ke rumah seminggu 3 kali. Tapi aku tak kuat lagi untuk mengingat. Ingatanku tak setajam ketika dulu aku kerap juara lomba di kampus atau sekolah. Atau ketika manajer perusahaan salut pada tingkat kecerdasanku. Kali ini semua telah pudar. Jadi, apa yang diajarkan ustadz itu sering membal dari telingaku. Lagipula, badanku sudah tak begitu kuat untuk duduk lama-lama.

Kalau tidak salah, kali itu usiaku 59 tahun ketika istriku minta cerai. Alasannya tak lagi jelas kuingat, salah satunya katanya karena lututku tak kencang lagi bergoyang. Lucu ya? Entah kenapa juga dulu aku menikahinya, umurnya 20 tahun lebih muda dariku. Dia memang istri keduaku. Istri pertamaku dulu hilang, dibawa sahabatku.

Tak sampai usiaku 60, aku masih berusaha untuk shalat. Tapi serangan jantung membuat rumah mewahku ramai. Mereka terlihat menangis. Bahkan anak pertamaku yang membangkrutkan satu perusahaan keluargaku terlihat begitu tertekan. Ada kata yang sepertinya ingin dia ucap.

Terakhir aku akhirnya bisa shalat juga, sayangnya aku tidak shalat dengan gerakku sendiri. Aku hanya terbaring atau terbujur tepatnya. dan orang-orang menyalatkanku

Kamis, 19 September 2013

Dunia Mengakui Tebu Ajaib Berasal dari Tanah Jawa


Pada awal abad ke-20, nama Pasuruan telah ditulis dengan tinta emas dalam sejarah gula Hindia Belanda—bahkan dunia. Kota ini pun melegenda.

pasuruan ,jawa timur,gula,hindia belanda,bangunan bersejarah,penelitian gulaGedung Proefstation voor de Java-suikerindustrie (Stasiun Penelitian untuk Industri Gula di Jawa) di Pasuruan. Kini peninggalan kolonial ini masih berfungsi sama, namun dengan nama Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (Mahandis Y. Thamrin/NGI).
LIMA BELAS TAHUN setelah berakhirnya dera Cultuur Stelsel. Suatu hari, seorang inspektur kepala pertanian zaman Hindia Belanda bernama Dr. IHF Sollewijn Gelpke tengah serius menuangkan gagasan pada lembaran-lembaran kertas di meja kerjanya. Suatu awal perubahan besar dalam sejarah perkebunan tebu di Jawa dan dunia sedang disiapkan. Pasuruan menjadi takdirnya.
Saya meniti sebuah bilangan di pemukiman lama di tengah Kota Pasuruan. Tibalah di sisi depan sebuah gedung dengan dekorasi kaca dalam bingkai busur dan susunan batu granit di sekeliling dindingnya. Di bagian teras samping terlihat deretan bola-bola lampu cantik masih berfungsi sebagai penerang. Ini adalah sebuah gedung yang dibangun kembali di penghujung dekade 1940-an menggantikan gedung lama yang dibakar massa saat Agresi Militer pertama.
Ketika zaman pemerintahan Hindia Belanda, gedung ini adalah kantor ”Proefstation voor de Java-suikerindustrie” atau Stasiun Penelitian untuk Industri Gula di Jawa. Kini peninggalan kolonial ini masih mempunyai fungsi yang sama, namun dengan label baru tentunya, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Sayangnya, sebagian bangunan lama sudah dihancurkan untuk pembangunan gedung P3GI pada 1977. Lembaga P3GI merupakan institusi penelitian gula tertua di dunia yang berlokasi di Jalan Pahlawan 25 Pasuruan, Jawa Timur.
pasuruan ,jawa timur,gula,hindia belanda,bangunan bersejarah,penelitian gulaInterior gedung Proefstation voor de Java-suikerindustrie. Dari lembaga inilah, pada awal abad ke-20 Pasuruan telah dikenal hingga seantero dunia karena tebu ajaibnya (Mahandis Y. Thamrin/NGI).
Berkat perannya di masa lalu, kini lembaga tersebut menjadi markah sejarah bagi Kota Pasuruan dan dunia. Mengapa kota kecil Pasuran ini sampai dikenal dunia?
Bermula dari artikel Gelpke yang dimuat selama empat hari berturut-turut di harian De Locomotief pada Maret 1885. Dia mencurahkan rasa prihatin terhadap permasalahan industri gula dan mendesak didirikannya lembaga penelitian gula di Jawa. 

Sejak saat itu beberapa lembaga penelitian gula pun bermunculan, Proefstation Het Midden Java (Semarang, 1885), Proefstation Suikerret in West-Java (Tegal, 1886), dan Proefstation Oost-Java (Pasuruan, 1887). 

Kegelisahan hati Gelpke tentang industri gula memang beralasan. Kira-kira awal 1880-an industri gula di Tanah Jawa sempat geger. Pertama, produksi gula dunia melebihi tingkat konsumsinya. Artinya akan ada pembatasan produksi. Kedua, daya saing rendah karena kualitas gula tebu Jawa masih di bawah standar dan diperparah dengan mewabahnya hama Sereh (Androgon schoenanthus).
Tebu yang terserang hama tersebut cirinya terdapat tutul-tutul pada daun, batang tumbuh pendek. Bahkan daun melipat memanjang, mengerdil, dan menyempit, sehingga mirip tanaman sereh. Lengkaplah sudah masalah tebu kala itu.

SETELAH LIMA TAHUN Proefstation Oost-Java di Pasuruan berkiprah, banyak penelitian yang melaporkan secara deskriptif hama-hama tebu yang berjangkit di Jawa. Dr. JH Wakker, seorang direktur lembaga tersebut pada periode 1892-97 memulai program penyilangan tanaman tebu secara konvensional.
Sebuah varietas perdana yang diharapkan tahan terhadap hama Sereh dilahirkan dengan kode POJ 100. Kode ”POJ” merujuk pada produk lembaga riset "Proefstation Oost-Java".
Pada 1907, atas pertimbangan keuangan, cakupan wilayah dan sinkronisasi program, maka Proefstation Suikerret in West-Java  dan  Proefstation Oost-Java digabung menjadi Proefstation voor de Java-suikerindustrie yang berkantor tetap di Pasuruan. Tujuan lembaga ini adalah memberikan bantuan dan saran dengan cakupan yang lebih luas kepada industri gula Hindia Belanda, bersifat organisasi non-profit yang dibiayai oleh kontribusi anggotanya.
Setelah empat puluh tahun dalam cengkraman wabah sereh, akhirnya ”Proefstation voor de Java-suikerindustrie” Pasuruan berhasil menemukan klon tebu baru berkode POJ 2878 pada 1921. Sebuah kesuksesan besar untuk industri gula di Jawa dan negara-negara penghasil gula di dunia. Varietas ini tidak hanya tahan terhadap serangan hama Sereh, melainkan juga punya tingkat produktifitas lebih tinggi dibandingkan temuan sebelumnya.
Keunggulan lain, ”Si Wonder Cane” ini dinilai baik sebagai tanaman induk (parent material). Pada akhir 1920-an, hampir 200 ribu hektaree perkebunan tebu di Jawa menggunakan variatas baru ini.
pasuruan ,jawa timur,gula,hindia belanda,bangunan bersejarah,penelitian gulaLilik Koesmihartono, seorang peneliti dan ahli penyakit tanaman di P3GI. Laboratorium tempat dia bekerja merupakan peninggalan akhir abad ke-19. Pada 1930-33 varietas POJ 2878 dari laboratorium ini telah bersemai di Columbia, sisi barat laut Amerika Selatan (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Tahun-tahun berikutnya varietas POJ 2878 asal Pasuruan ini telah menyebar ke perkebunan tebu di penjuru dunia. Sebuah catatan melaporkan, klon tebu asal Pasuruan ini mulai diperkenalkan di Karibia dan Lousiana pada 1924 yang menyelamatkan industri gula mereka dari serangan hama Sereh.
Pada 1930-33 varietas POJ 2878 telah bersemai di sisi barat laut Amerika Selatan, Columbia. Sampai hari ini perkebunan-perkebunan tebu Columbia masih mengadopsi hasil pemuliaan tebu asal Pasuruan. 

Di belahan bumi yang lain, hasil pemuliaan POJ banyak pula diadopsi oleh negara-negara penghasil gula, sebagai contoh pada 1935 di Vietnam. Negara tersebut mulai menggunakan hasil pemuliaan tebu POJ 3016 yang kala itu mampu menghasilkan 18 ton gula per hektare.

Di sinilah untaian asal-usul tanaman tebu yang telah dikembangkan di dunia berasal. Pasuruan memang kota kecil yang punya kenangan semanis tebu bagi dunia, juga kota yang mulia berkat pemuliaan tanaman tebunya. Namun, kini ukiran namanya dalam kaleidoskop sejarah Indonesia telah dilupakan orang. Pasuruan, kapan kau mengguncang dunia lagi?
(Mahandis Y. Thamrin/NGI)