HEBATNYA ISTRI NABI AYUB ALAIHISSALAAM
Nabi ayub Alaihissalam dahulunya kaya raya, tapi Allah kemudian
mengujinya dengan kemiskinan dan penyakit. Namun sang istri tetap setia
dan tak kenal penat, meladeni nabi Ayub yang sedang sakit itu dengan
segala kasih mesra dan dengan bersusah-payah. Segala kesakitan yang
diderita Nabi Ayub, seakan-akan dia sendiri ikut menderitanya pula. Nabi
Ayub tetap dihibur dan diladeninya. Hal ini menunjukkan keimanan
seorang isteri yang kuat dan teguh. Hari- hari mereka selanjutnya penuh
dengan penderitaan, bahkan melonjak lagi, lebih tinggi dan lebih hebat.
Penghinaan dan ejekan pun datang dari orang-orang bekas kawan dan temannva dahulu ketika Beliau masih kaya raya.
Mereka bukan kasihan dan datang menolong, tetapi mereka keberatan bila
Nabi Ayub dan isterinya tetap berada di rumahnya dan bertetangga dengan
mereka. Mereka bukan hanya merasa jijik saja melihat Nabi Ayub, tetapi
juga takut kalau-kalau penyakitnya yang hebat itu dapat menular kepada
mereka.
Dengan tidak menaruh perasaan sedikitpun, mereka
mendatangi istrinya dan berkata: Kami takut kalau penyakitnya Ayub
berpindah kepada anak-cucu kami, sebab itu keluarkanlah Ayub dari sini
atau kami akan mengeluarkannya kalau engkau tidak mau mengeluarkannya.
Mendengar ucapan yang kasar dan menyayat perasaan itu, sang isteri yang
setia itu tetap tabah dalam tangisnya. Dia mengeluarkan segenap tenaga
yang ada padanya, untuk memangku suaminya dan membawanya ke luar kampung
dan tinggal di sebuah pondok yang sudah ditinggalkan orang.
Di sanalah Nabi Ayub beserta isterinya menanggungkan derita lahir dan
batin, dengan penuh kesabaran dan keimanan yang tidak pernah putus.
Untuk penghidupannya, sang istri terpaksa bekerja memotong-motong roti
pada seorang pedagang roti. Setiap petang dia pulang menjumpai suaminya,
dengan membawa beberapa potong roti yang dihadiahkan orang kepadanya.
Tetapi setelah orang ramai tahu, bahwa itu adalah isteri Nabi Ayub, maka
pedagang roti itupun tidak mau dia bekerja lagi sebagai tukang potong
roti, karena kawatir jika penyakit Ayub itu menulari roti yang akan
dijualnya.
Kerana tidak ada lagi pekerjaan dan makanan, maka
beberapa hari lamanya, baik Nabi Ayub dan istrinya tidak makan dan minum
sedikitpun. Dan ketika mereka sudah tidak tahan menahan lapar dan
dahaga, lalu sang istri minta izin kepada Nabi Ayub untuk pergi
berikhtiar mencari makanan dan minuman. Tidak lama kemudian dia pulang
kembali dengan membawa sepotong roti dan air minum.
Setelah
Nabi Ayub melihat sepotong roti segar yang dibawa isterinya itu, nabi
Ayub mengira bahwa isterinya sudah menjual kehormatan dirinya untuk
mendapatkan sepotong roti itu. Lalu sang istri menceritakan kepada Nabi
Ayub, bagaimana caranya ia mendapatkan roti itu: Aku bukan menjual
kehormatan diriku, aku berlindung diri kepada Allah dari segala
perbuatan yang menodai diriku. Roti ini aku dapat dengan menukarkan
rambutku yang panjang.
Melihat kejadian itu, Nabi Ayub sangat
sedih hatinya, lalu dia menangis, bukan menangisi nasibnya, tetapi
menangisi rambut isterinya, karena diantara yang paling menarik hatinya
terhadap isterinya adalah rambutnya yang panjang.
Maka
Berkatalah sang istri: Janganlah engkau menangisi rambutku yang sudah
hilang. Rambut itu akan tumbuh kembali dan mungkin akan lebih indah dari
yang sudah hilang itu. Demikianlah katanya menghibur suaminya.
Mendengar jawapan isterinya itu, Nabi Ayub merasa senang hatinya. Dia
kembali bersyukur, bertasbih, bertakbir memuji-muji Allah.
Karena keimanannya kepada Allah dan rasulNya, rahmat Ilahiyah pun
akhirnya turun kpd Ayyub dan juga kpd istrinya, yg tidak meninggalkan
beliau ketika sakit dan tertimpa musibah.Allah mengembalikan kekayaan
dan kesejahteraan kepadanya, seperti semula. Sungguh Allah merahmati
istri nabi Ayub, Dan memuliakannya atas kesabarannya bersama suaminya
dan membimbingnya kpd kemanisan taat dibawah naungan keridhoan Allah
ta`ala.
Sungguh, kisah diatas adalah sarat dgn pelajaran
berharga dan ibrah bagi para istri yang memiliki hati nurani, bahwa
dunia adalah ladang akhirat. Selain itu, dalam menemani suami tentulah
kita perlu untuk melatih diri mengendarai kendaraan sabar, tidak
berkeluh kesah atas musibah yg menimpanya, bersungguh2 dalam
melaksanakan hak Allah pada dirinya, dan tdk marah terhadap qadha dan
takdir yg terjadi.
Percayalah, ketika para suami kita memiliki
kelebihan rejeki, Insyaallah akan diberikan kepada kita nantinya untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga. Lihatlah betapa merekapun telah
menghabiskan banyak waktunya untuk keluarga, maka untuk siapa lagi
mereka memperjuangkan nafkah keluarga kalau bukan untuk kita para istri
dan anak- anak kita?
Percayalah bahwa dunia ini memang
berputar. Mungkin saat ini kita di bawah, tapi bisa saja suatu saat kita
diatas. Dan ketika kita dibawah, itulah justru kesempatan yang
diberikan Allah untuk menunjukkan jati diri kita, kualitas kita sebagai
seorang istri yang senantiasa mendampinginya. Sehingga kettika tiba
waktunya kita harus berada diatas, kepercayaan suami atas kita
insyaAllah tidak akan tergantikan.
Semoga Allah menjadikan kaum
Muslimah meneladani keutamaan Istri Nabi Ayub, dan tidak berat berbagi
kisah ini kepada saudara-saudara seiman yang lain. Mudah-mudahan Allah
merahmati kita, Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar