Kamis, 21 November 2013

DKI Belajar dari Surabaya Terapkan "E-budgeting"


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mulai menerapkan sistem e-budgeting dalam mengontrol anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI mulai tahun depan.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Endang Widjajanti mengatakan, untuk menerapkan sistem itu, DKI menggandeng konsultan dari Surabaya. Sebab, sebelumnya, kota Surabaya telah terlebih dahulu menerapkan kebijakan yang sama untuk penyusunan anggarannya.

"Iya, kita melibatkan konsultan dari Surabaya," kata Endang di Balaikota Jakarta, Kamis (21/11/2013).

Saat ini, masih dalam proses persiapan dan mendata kode-kode kegiatan yang akan dimasukkan. Ia mengakui, perlu waktu yang tidak sebentar untuk mengumpulkan kode-kode komponen kegiatan dari tiap-tiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebab masing-masing SKPD memiliki kode yang berbeda.

Kode-kode kegiatan tersebut jumlahnya mencapai puluhan ribu. Terlebih, nantinya setiap kegiatan masuk dalam satu Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

"Nah, itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Kita juga terus-menerus melakukan rapat-rapat untuk persiapan lebih matang," kata Endang.

Ia menargetkan, proses ini rampung di akhir 2013 sehingga di awal 2014 mendatang seluruh pelaksanaan kegiatan telah dapat menggunakan e-budgeting. Melalui penerapan sistem tersebut, hanya pihak yang memiliki otoritas tertentu yang memiliki password dan bisa mengubah anggaran.

Selain menerapkan e-budgeting, untuk menegakkan prinsip transparansi, Pemprov DKI Jakarta juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta menempatkan 50 intel Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memeriksa aliran dana pejabat DKI.

Bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pemprov DKI pun telah menciptakan sistem transaksi keuangan yang transparan atau yang dinamakan NCT (non-cash transaction). Sistem tersebut dapat menutup celah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh Pemprov DKI.

Melalui sistem tersebut, transaksi antara pihak Pemprov dan rekanan atau pihak ketiga tidak lagi dilakukan secara langsung, tetapi dilakukan dari bank ke bank. Hal ini juga berlaku bagi pihak ketiga yang membelanjakan uang itu.

Selain akan mengaudit dan mengawasi transaksi keuangan di tubuh Pemprov DKI, sistem itu juga akan mengawasi pengelolaan keuangan oleh BUMD DKI. Melalui sistem itu, akan diketahui pihak mana saja yang melakukan tindak korupsi. Nantinya, transaksi keuangan itu akan diaudit oleh auditor yang telah terakreditasi dengan dibantu oleh BPKP.

Pemprov DKI juga telah melakukan penayangan APBD di kelurahan dan kecamatan, penerapan pajak online, e-catalog, dan akan melakukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) mulai dari kelurahan hingga wali kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar