Gus Dur Bapak Islam Otentik
Jakarta, NU Online
Pemikiran Ketua PBNU periode 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
tercerai-berai di berbagai tempat, koran dan buku. Sehingga pemikiran
Presiden keempat Republik Indonesia ini belum ditemukan benang merahnya.
“Namun, setelah membaca buku
berjudul “Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan” benang
merah itu kemudian ketemu,” kata Dr H Abdul Aziz, M.A., pada bedah buku
karya Syaiful Arif, alumnus Pesantren Ciganjur, yang dihelat di hotel
Akmani, Jl. KH Wahid Hasyim No. 91, Jakarta (12/11), siang.
Menurut peneliti utama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI ini, ada hal
menarik dari Gus Dur, setidaknya dari buku karya Gus Dur, Islamku-Islam
Anda-Islam Kita.
Keunikan dan otentisitas Gus Dur, kata dia,
lahir karena keislamannya yang tak banyak bisa dirasakan oleh orang
lain. Dalam konteks ini, Gus Dur mencari dari berbagai referensi lalu
menemukan keislamannya yang otentik itu.
“Bagi saya,
otentisitas pemikiran Gus Dur sangat kentara. Pemikiran beliau yang
genuine dan melampaui zamannya bisa dirasakan dari elaborasi mendalam
buku ini. Maka, tak berlebihan kiranya jika saya menyebut Gus Dur
sebagai bapak Islam Otentik. Bukan Islam Liberal,” tegas Aziz.
Buku tentang pemikiran Gus Dur ini, lanjut Aziz, seolah membawa
pembacanya ke kedalaman pemikiran penulisnya yang sangat mengidolakan
Gus Dur. Hal ini wajar mengingat penulisnya merupakan santri langsung
kiai yang presiden ini.
Artinya, tambah dia, bahwa penulisan
buku ini cenderung subjektif dan debatable, misalnya, aliran humanisme
apa yang dijadikan pisau analisis penulis dalam merangkai pemikiran Gus
Dur.
“Saya sangat apresiate kepada penulis yang telah menulis
buku bergizi ini. Tak banyak yang bisa menulis hal yang sangat mendasar.
Saya rasa tak banyak yang mampu menulis buku seperti karya Arif. Saya
berharap, penulis buku ini terus menulis tak hanya sosok Gus Dur. Namun,
juga tokoh Islam lainnya dari lintas organisasi,” pungkas Aziz. (Ali
Musthofa Asrori/Abdullah Alawi) nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar