Senin, 17 Juni 2013

Dari Air 3 Warna : Sebuah Pandangan Tentang Kekuatan Ikhlas

Sebuah Kisah: The Power of Ikhlas



Oleh : Mohamad Rian Ari Sandi
 
 
Ikhlas adalah inti ajaran Islam. Bagi saya ilmu ikhlas adalah ilmu yang seorang profesor pun belum tentu memahami dan menguasai ilmu ini, juga ilmu yang seorang Kiai besar pun belum tentu mengamalkannya secara konsisten dan sempurna.
Dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas ilmu ini secara mendalam. Karena tentu saja terlalu berat bagi saya yang pemahaman ilmu agamanya masih dangkal. Namun saya akan menuliskan sebuah cerita yang menunjukan bahwa ada kekuatan suci yang dihasilkan dari pengamalan ikhlas. Cerita ini saya kutip dari buku “Ikhlas Tanpa Batas” terbitan Zaman.
Alkisah ada seseorang dari kaum Bani Israil yang rajin beribadah. Ia beribadah kepada Allah dalam masa yang lama. Kemudian datanglah orang-orang kepadanya, menyatakan, “Di sini ada kaum yang menyembah pohon, bukan menyembah Allah.”
Ia marah mendengar itu. Ia kemudian mengambil kampaknya dan menyandangnya di atas pundaknya, lalu menuju pohon itu untuk menebangnya.
Iblis menyambutnya dalam rupa seorang tua. “Hendak ke mana engkau?” kata Iblis.
Si alim menjawab, “Aku mau tebang pohon ini.”
Iblis bertanya, “Ada perlu apa engkau dengan pohon itu? Engkau tinggalkan ibadah dan kesibukanmu dengan dirimu, dan meluangkan diri untuk selain itu.”
“Sungguh ini termasuk ibadahku,” jawab si alim.
“Aku tak akan membiarkanmu menebangnya,” sergah Iblis.
Si alim pun berkelahi dengan Iblis. Si alim membantingnya dan menduduki dadanya. Maka Iblis berkata, “Lepaskan aku. Biar aku bisa bicara denganmu.”
          Si alim pun berdiri meninggalkannya, lalu berkatalah Iblis padanya, “Hai, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini darimu dan tidak mewajibkannya atasmu. Engkau tak menyembahnya. Dan engkau tak wajib menyeru orang-orang selainmu. Allah mempunyai nabi-nabi di muka bumi. Kalaulah Dia menghendaki, tentu Dia akan utus mereka dan memerintahkan mereka menebangnya.”
          Berkatalah si abid, “Aku harus menebangnya.”
          Iblis menyerangnya, namun si abid mengalahkannya, membanting dan mendudukinya. Iblis pun tidak berkutik.
          Iblis lalu berkata kepadanya, “Maukah engkau mendapatkan sesuatu yang memisahkan aku dan engkau, dan lebih baik dan lebih berguna bagimu?”
          “Apa itu?” jawab si abid.
          “Lepaskan aku biar aku mengatakannya padamu,” kata Iblis.
          Iblis pun mengatakan, “Engkau ini orang miskin yang tak punya apa-apa. Engkau meminta-minta kepada orang-orang yang memberimu nafkah. Tidakkah engkau senang bila engkau bersedekah kepada saudara-saudaramu, membantu para tetanggamu, serta menjadi kenyang dan tidak bergantung pada orang-orang.”
          “Ya,” jawab si abid.
          Iblis berkata, “Tinggalkan urusan ini dan aku akan menaruh dekat kepalamu setiap malam dua dinar. Setiap pagi engkau mengambilnya, lalu engkau beri nafkah buat dirimu, anak-anakmu, serta sedekah bagi saudara-saudaramu. Itu lebih berguna bagimu dan kaum muslimin daripada menebang pohon ini yang tertanam di tempatnya, yang tak merugikan ataupun bermanfaat buat mereka bila ditebang.”
          Berpikirlah si abid tentang apa yang Iblis katakan. Ia pun berpikir: memang benar pak tua ini. Aku bukanlah seorang nabi, yang harus menebang pohon ini. Tidak pula Allah memerintahkan aku untuk menebangnya, yang membuatku berdosa bila tak menebangnya. Apa yang ia sebutkan lebih banyak manfaatnya.
          Si abid pun memintanya berjanji menepati imbalan itu dan bersumpah. Lantas kembalilah si abid ke tempat ibadahnya.
          Keesokan paginya si abid mendapati dua dinar di dekat kepalanya. Ia pun mengambilnya.  Demikian pula esoknya. Namun hari ketiga dan berikutnya ia tak mendapati apa-apa.
          Ia pun marah, mengambil kampaknya dan menyandangnya di pundak.
          Iblis menyambutnya dalam rupa seorang tua. “Hendak kemana engkau?” tanya Iblis.
          “Aku akan menebang pohon itu,” jawab si abid.
          “Engkau bohong. Demi Allah engkau tak mampu melakukannya dan tidak ada jalan bagimu menujunya,” kata Iblis.
          Si abid pun mau membantingnya seperti sebelumnya pernah ia lakukan.
          “Tak akan bisa”, kata Iblis.
          Iblis malah memegang dan membanting si abid, hingga ia seperti burung di hadapan Iblis. Iblis pun menduduki dadanya, seraya berkata, “Berhentilah engkau dari perbuatan ini atau aku akan membunuhmu.”
          Si abid tak lagi punya tenaga, dan berkata, “Engkau telah mengalahkanku. Lepaskan aku dan beri tahu aku bagaimana aku bisa mengalahkanmu dulu tapi kini engkau bisa mengalahkanku.”
          Iblis pun menerangkan, “Sebelumnya engkau marah karena Allah dan niatmu karena akhirat, maka Allah menundukanku di hadapanmu. Kali ini engkau marah karena dirimu dan dunia, maka aku berhasil menghajarmu.”
          Itulah kisah teladan yang memberi pelajaran kepada kita bahwa ikhlas merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam islam. Tidak hanya itu ikhlas juga ternyata memicu kekuatan dalam diri setiap pribadi muslim ketika melakukan kebaikan atas dasar niat karena Allah. Semoga kita bisa terus belajar dalam mengamalkan ilmu ikhlas tersebut. Walaupun sedikit demi sedikit.
Wallahualam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar