Senin, 17 Juni 2013

Kisah Ini Bersumber Dari Seorang Ibu yang Ikhlas

Suatu hari beberapa tahun yang lalu, giliran saya mendapatkan uang arisan. Setelah saya keluarkan untuk berbagai keperluan, tersisa sebanyak Rp.500.000,-. Saya pernah berniat untuk membeli tas yang terpajang di etalase sebuah mall, kalau saya dapat giliran menarik uang arisan tersebut. Inilah saatnya saya tunaikan niat itu. Tapi pada hari saya menerimanya, datang seorang tamu yang tidak dikenal ke rumah. Entah kenapa pembantu saya menyilakan masuk.
Seorang ibu muda berbaju lusuh dengan wajah letih. Bercerita dia tentang kesulitannya yang amat sangat. Ia bercerita dia tentang kesulitannya yang amat sanagat. Ia bercerita tentang kontrakan rumahnya yang sudah tiga bulan belum terbayar dan dia terancam diusir. Sementara suaminya sudah meninggal lima bulan yang lalu. Dia memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil. Dia tidak bisa bekerja tetap karena anaknya masih harus disusui, sementara dia juga tidak memiliki modal dan keterampilan apa pun yang dapat diandalkannya. Kehidupan dan anak-anaknya dalam keadaan teramat sulit. Ia harus meminjam ke sana ke mari. Kadang ia harus bekerja sebagai pencuci baju ataupun pembantu harian untuk memenuhi kebutuhan dan anak-anak dan dirinya. Siapa pun yang mendengar bercerita pasti akan menaruh kasihan dan akan sangat tersentuh. Tak terkecuali aya. Dia menawarkan dua buah seprai untuk saya beli. Ia menjelaskan bahwa seprai itu ia dapatkan dari tetangganya yang memiliki usaha "jahitan rumahan". Sebenarnya saya tidak membutuhkan seprai itu. Seprai itu jugakualitasnya tidak bagus. Ia tidak menawarkan harga kepada saya, cuma berkata , "Bu, saya butuh untuk membayar kontrakan saya yang tertunggak sebesar lima ratus ribu rupiah. Saya mengerti seprai ini tidaklah pantas untuk dihargai sedemikian tinggi, tapi saya sangat butuh saat ini." Saya terdiam. Ketulusannya dan kejujurannya membuat saya tergugah. Subhanallah dengan bergetar saya buka dompet saya dan mengeluarkan uang yang ada di sana. Lima ratus ribu rupiah. Uang yang rencananya akan saya belikan tas akhirnya berpindah ke tangan tamu saa. Tak tersisa. Mata saya membasah mendengar bibir tamu saya mengucapkan terima kasih. "Ya Allah, rahmatilah penghuni rumah ini." Ia mencium tangan saya dan hendak bersujud di kaki  saya, Saya menampiknya dan mengangkat bahunya. Ia rapatkan tangannya dan terus berdoa lama sekali. Dengan linangan air mata ia mohon pamit kepada saya.
Saya hanya memandangnya pergi meninggalkan rumah saya. Saya tepiskan perasaan kecewa dengan berdoa, "Aku ridha ya Allah, berikanlah ganti yang lebih baik untukku." Saya percaya, Allah Yang Maha Agung memberi petunjuk bagi ibu tadi untuk melangkah ke rumah saya, karena Allah Maha Tahu saya mampu menolongnya. Apakah saya bersedia menolongnya atau membiarkannya? Pasti harapan ibu itu lebih didengar Allah karena menyangkut hidup keluargannya, sementara keinginana saya bersifat dunia semata.
Setelah kepergiannya  saya bertanya dalam hati, "Siapakah ibu itu sebenarnya? Benarkah dia memang sedang kesulitan? Atau dia hanya 'seseorang' yang dikirim Allah untuk menguji keimanan saya?" Namun, saya tidak mau membiarkan hati ini berperasangka buruk terhadap apa pun, karena semua niat baik pasti akan mendapat ridha dari Allah Swt. Saya teringat akan ayat Al-Qur'an "Alllah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya" (QS Al-Hajj [22]: 40), juga firman-Nya, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (QS Al-Baqarah [2]: 207)
Setelah kejadian ini, saya tidak ingin mengingatnya lagi. Kepada suami pun saya tidak pernah menceritakannya. Saya ikhlas karena semua itu hanya untuk mencari ridha Allah semata. Saya tidak ingin berandai-andai. Bila saya menghitungnya dengan perkalian dan angka, misalnya memberi 1 akan dibalas 10, atau saya mendapatkan hadiah berupa tas yang berkali lipat harganya dibandingkan dengan yang saya inginkan itu, tentu saya akan kecewa dan putus asa jika balasan Allah di dunia ini tidak kunjung menghampiri. Saya pernah membaca sebuah ayat di Al-Qur'an, "Katakanlah (wahai Muhammad): "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan apa saja yang kamu infakkan (nafkahkan), maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (QS Saba' [34]; 39)
Setelah membaca hati saya memjadi tenang, saya yakin Allah pasti akan membalasnya pada suatu saat nanti. Saya tidak pernah mengharapkan apakah  itu di dunia atau di akhirat. Sama saja bagi saya. Allah Mahatahu dan Maha Menentukan. Yang paling penting adalah ridha Allah. Satu hal yang membuat saya menangis berlinang air mata adalah ketika saya membaca suatu riwayat dalam sebuah tafsir mengenai Sayyidina Abu Bakar ra yang selalu menolong orang-orang yang sedang dalam kesulitan dan kelaparan. Ketika orang-orang yang diberi sedekah mengucapkan terima kasih kepadanya, Abu Bakar ra berkata : "Sesungguhnya aku membantu kalian hanya karena kau mengharap akan bertemu dengan Tuhanku dan aku rindu akan wajah-Nya." Hal ini di abadikan oleh Allah di Al-Qur'an : "Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan wajah (ridha) Allah semata, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.' (QS Al-Insan [76]: 9). Subhanallah ..... sejak itu saya tidak pernah mengharap apa pun lagi selain ridha -Nya semata.
Tanpa saya sadari, pada hari-hari berikutnya saya merasakan nikmat yang luar bisa. Semuanya terjadi pada tahun ini juga. Suatu hari suami menyampaikan. kepada saya bahwa ia ingin membawa saya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Anak-anak saya selalu berangan-angan untuk dapat melihat Disneyland. Anak saya yang paling besar yang ketika itu berumur 6 tahun, selama ini, selalu agar dapat pergi ka sana. Alhamdulillah, doanya terkabul.
Demikian pula ketika bulan Ramadhan tiba, nikmat Allah Swt yang lain menghamiri kami. Saya dan keluarga mendapatkan kesempatan umrah pada sepuluh hari akhir Ramadhan dengan tidak mengeluarkan biaya sedikit pun karena ditanggung sepenuhnya oleh mertua saya.
Hal lain lagi yang merupakan nikmat sangat luar biasa bagi kami sekeluarga adalah pada tahun itu pula kami memperoleh amanah seorang anak laki-laki dari Allah Swt, Anak itu sejak lahir ingin diserahkan oleh ibunya kpada kami , tanpa ada paksaan ataupun rencana dari kami sedikit pun. Anak itu yatim, telah ditinggal oleh ayahnya ketika kandungan ibunya berusia empat bulan. Baginya banyak anugerah luar biasa tahun itu yang tidak putus-putusnya saya syukuri.
Dalam  keadaan bersimpuh saya berdoa, "Ya Allah, sungguh besar nikmat yang Engkau berikan kepadaku hanya dengan membantu hamba-Mu dengan bantuan yang amat sangat kecil di sisi-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan beribadah dengan sebaik-baiknya kepada-Mu. Ya Allah, aku sadar, balasan yang kekal adalah di akhirat nanti."
Rasulullah bersabda, "Setiap pagi datang dua malaikat kepada setiap hamba. Yang satu berdoa, "Ya Allah, berilah ganti pada hamba Engkau yang menafkahkan hartanya." Sementara yang lain berdoa, "Ya Allah, binasahkanlah harta orang yang kikir." (HR Bukhari dan Muslim).
source: http://temmy-yusufan.blogspot.com/2011/07/kisah-ini-bersumber-dari-seorang-ibu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar