Selasa, 22 Juli 2014

Menjaga Amarah

Bahasan yang bagus banget, aktual sesuai kondisi kita sehari hari...

Oleh: Winda Kustiawan, MA 

Hampir setiap manusia pernah mengalami guncangan emosional yang berlebih yaitu amarah. Biasanya hal ini muncul karena ada sesuatu yang memancingnya baik itu dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri kita. Ada sebuah kisah yang menginpirasi mengenai amarah, dalam ilmu alam ular biasa termasuk tergolong hewan melata. Ular memiliki sifat yang unik yaitu ular tidak akan mengganggu atau meyerang mahluk lain apabila tidak diserang atau diganggu terlebih dahulu.

Suatu ketika ular berjalan melintasi mata gergaji yang amat tajam sehingga perut ular tergores. Karena ular merasa disakiti oleh mata gergaji lantas ular membalas atau menyerang kembali mata gergaji dengan mematok. Bukan hancur mata gergaji malah mulut ular robek dan terluka. Ular merasa jiwanya semakin terancam, sehingga ular menggunakan jurus pamungkasnya yaitu dengan melilit gergaji yang tajam itu, ular berharap gergaji itu hancur, namun hal itu menjadi petaka ular menemui ajalnya. Dalam menjalani kehidupan ini terkadang tanpa dengan sadar kita mudah terpancing amarah dengan oleh orang lain. Padahal orang disekeliling kita tidak pernah mengganggu, menyakiti, dan menganiaya hidup kita, akan tetapi kita merasa disakiti dan terzalimi oleh orang lain. Contoh misalnya ada teman satu kerja dengan kita tiba-tiba naik jabatan dan dipromosikan oleh pimpinan, sementara masa kerja, usia dan pengabdiannya lebih mudah dibanding kita yang sudah lama masih biasa-biasa saja. Sehingga terkadang muncul iri dan dengki melihatnya dan bahkan ada juga yang berupaya untuk bisa menyingkirkan dengan berbagai macam cara, padahal teman tadi tidak pernah menggangu atau menyakitinya. Bukannya mendapatkan apa yang di inginkan malah dosa yang datang pada kita, dan bahkan bisa muncul penyakit baru dalam hidup baik itu penyakit ruhani maupun jasmaniah, yang pada akhirnya akan membunuh karir pekerjaan dan hidup kita.

Antisipasi Amarah dalam Alquran
Begitu luas Alquran menawarkan kepada setiap manusia untuk mengantisipasi agar tidak terpancing amarah yang dapat mengancam jiwa kita. Pertama yaitu tidak mudah melihat kesalahan orang lain, namun lihatlah terlebih dahulu kesalahan dalam diri sendiri. Perhatikan firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12). Ayat ini sungguh tegas memberikan petunjuk kepada manusia agar tidak mudah menuduh dan meyalahkan orang lain bersalah, padahal mereka tidak melakukan hal yang di sangkakan oleh kita. Mungkin selama ini kesalahan itu muncul pada diri kita, namun kita sering tidak mengevaluasi hal tersebut. Karena memang manusia itu lebih mudah menunjuk hidung orang lain ketimbang menunjuk hidungnya sendiri, artinya kita mudah melihat dosa orang lain ketimbang melihat keburukan sendiri. Sebagai manusia yang beriman ketika keberuntungan itu tidak datang pada kita, malah datang kepada orang lain seharusnya melihat terlebih dahulu kualitas kerja dan ibadah yang kita lakukan selama ini terlebih dahulu. Perhatikan hadis nabi “Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Turmudzi).
Kedua yaitu menjadi manusia pemaaf atas kesalahan, kehilafan orang lain dan berupaya mengajak kepada nilai-nilai keshalehan, sehingga tidak ada prasangka dan pikiran negatif terhadap siapa saja. Bahkan apapun yang terjadi pada orang lain, baik itu senang maupun sulit terhadap orang lain, ketika jiwa ini menjadi manusia pemaaf tidak muncul kecurigaan dan prasangka, artinya menjadi manusia yang memiliki pemikiran yang positif. Perhatikan firman Allah “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. 7 : 199). Dalam ayat ini menegaskan bahwa orang yang memiliki jiwa pemaaf atau memiliki pikiran positif terhadap orang lain tergolong manusia yang cerdas, sebaliknya orang yang selalu memiliki pikiran negatif dan berburuk sangka kepada orang lain adalah manusia yang bodoh.
Balasan Yang Terbaik
Manusia yang dapat menjaga dirinya dari amarah, Allah akan membalasnya dengan surga seluas langit dan bumi (QS. 3 : 133-134). Bukan tanpa alasan Allah memberikan surga kepada orang yang dapat mengendalikan amarahnya. Karena ketika amarah tidak dapat terkendali dengan baik maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan orang banyak. Contohnya misalnya saja apabila seorang pemimpin yang tidak bisa mengendalikan amarahnya, sementara dia memiliki kekuasaan dengan mudah dapat menghancurkan apa yang ada di sekelilingnya. Maka menjadi sorang pemimpin itu tidak mudah, karena pemimpin itu tempat tumpuhan keluh kesah dan permasalahan rakyat yang dipimpinnya. Apabila pemimpin tidak memiliki jiwa menahan amarah bisa jadi keluh kesah dan permasalahan rakyat yang disampaikan ditanggapi dengan emosional dan membabi buta. Untuk itu setiap pemimpin harus memiliki jiwa mengendalikan amarah, agar Allah menempatkan kita sebagai penghuni surga-Nya. Begitu juga kepada kita sebagai masyarakat biasa apabila menginginkan surga Allah harus mampu mengendalikan amarah dalam hal apapun itu, baik di dalam pekerjaan, interaksi sosial dan bahkan di dalam rumah tangga sendiri. Perhatikan hadis nabi “Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”(HR. Abu Daud dan At-Tarmidzi).
Penutup
Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin dalam mengendalikan amarah kita, karena surga yang dijanjikan Allah atas orang yang mampu mengendalikan amarah itu pasti adanya. Tinggal kita-nya saja yang mengatur dan mengontrol hidup ini dengan sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya, dan kebahagiaan dunia pasti tercapai terlebih di akhirat kelak. Wallahu’alam
*Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN SU dan Sebagai Wakil Ketua I Majelis Dikdasmen PWM Sumatera Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar