Senin, 26 Agustus 2013

UNTUNG ADA KONSEP "BHINEKA TUNGGAL IKA"


Oleh : RIjal Pakne Avisa
Cornelis Speelman, residivis Belanda yang ditawan di Batavia dijanjikan kebebasan asalkan mampu menghancurkan kerajaan Islam Gowa. Dengan armada lautnya ia berniat membumihanguskan Benteng Jumpandang yang terletak di pesisir. Untuk memuluskan niatnya ia berkoalisi dengan Aru Palakka, Raja Bone yang merasa sakit hati akibat takluknya kerajaannya di bawah kaki Gowa.

Pasukan Aru Palakka ini yang kemudian diterjunkan menyerbu, sedangkan armada Speelman menghajar benteng dari arah laut. Benteng Jumpandang takluk, Sultan Hasanuddin mundur ke benteng Somba Opu. Benteng yang melindungi keraton akhirnya luluh lantak. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Traktat Bongaya, 1667. Pasca itu, dominasi laut dan supremasi politik Gowa di wilayah Timur Nusantara dikebiri.

Aru Palakka-Hasanuddin adalah aktor. Sutradaramya Speelman dan VOC. Kini, sejarah berulang di Timur Tengah dengan aktor berbeda. Syiria adalah lokasinya. FSA dan Jabhat an-Nushrah serta kelompok Salafi Jihadi lainnya, sebagaimana serdadu Palakka, dimanfaatkan pihak asing menjadi pasukan penggebuk target utama, Basyar Assad. Sebagaimana Sultan Hasanuddin di Nusantara Timur, Assad sebelumnya juga memegang dominasi di wilayah Timteng. Namun, perang saudara telah pecah, sekitar 100.000 rakyat menjadi korban perseteruan ini. Siapa yang diuntungkan? AS dan sekutunya. Mereka telah membantu suplai amunisi bagi kelompok anti-Assad. Sumbu ledaknya tentu saja pemanis konflik bernama Sunni-Syiah. Anak Hafedz Assad yang terdesak ini masih berkomplot dengan Rusia dan Tiongkok. Sedangkan FSA, Jabhat an-Nushrah dan kelompok anti-Assad terus dikompori AS dan sekutunya. Di sini, AS bermain licik dengan cara menempatkan kelompok anti Assad sebagai pasukan penggebuk. Lebih irit tenaga dan biaya!

Kemarin 4 kapal perang AS sudah sliwar sliwer di perairan Suriah. Tinggal ongkang-ongkang nunggu Basyar jatuh. Setelah itu Paman Sam menghisap cerutu sambil menonton pertarungan berikutnya: FSA yang plural dengan kelompok Islamis garis keras macam Jabhat an-Nushrah. Sambil menunggu kejatuhan Assad, Lebanon diobok-obok. Isunya? Sunni-Syiah! Jelas dong, ini isu terlaris. Kemarin bom sudah meledak di dua masjid Sunni di Lebanon. 75 tewas, ratusan terluka. Sambil mengobok-obok Lebanon, sekalian pula membungkam Hizbullah, boneka Iran di Lebanon. Paman Sam bisa kontak Isra(h)ell agar sekalian membidik nyawa Saad Hariri, PM Lebanon. Caranya tetap: pancing al-Qaidah atau organ semacamnya memperluas eskalasi "jihad"-nya di sini. AS dan sekutunya bisa hemat tenaga dan amunisi jika menempatkan kelompok radikal sebagai pasukan bayangan tukang kepruk Hariri dan Hizbullah. Jika isunya belum matang, sekalian kelompok Kristen Maronit dan sosialis Druze dipancing. Perang saudara jilid dua bakal pecah lagi di Lebanon. Untuk mengimbangi Hizbullah, milisi Kristen Phalangis kudu dihidupkan dan dilibatkan. Israel biasanya yang paling semangat mengompori kelompok Maronit dan Druze sebagaimana peristiwa di Shabra dan Syatilla.....
----
Sejarah selalu berulang, dengan narasi kisah yang hampir sama tapi dengan aktor dan lokasi yang berbeda. Dalam melihat peristiwa di atas, tepat kiranya mengutip dialog Prof. James Moriarty dan Sherlock Holmes, "Kita tunggu siapa yang jadi nelayan, dan siapa yang menjadi ikan. Aku atau dirimu?!"
---
Menurut Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan, Indonesia ini negara kepulauan, pihak asing bakal pikir2 seribu kali nyerbu Indonesia. Kalaupun Jakarta bisa diduduki musuh, tidak otomatis Indonesia takluk, sebab sebagai negara kepulauan, ibukota bisa dipindah2 ke kota besar lain.
--
Untuk memecah indonesia hanya bisa dilakukan dengan mengompori perang saudara. Ekonomi diruntuhkan terlebih dulu, kemudian sentimen kesukuan dihembuskan. Kasus Sampit dan Sambas adalah perangsang awal. Isu etnis kayak di Balkan Yugoslavia ini gagal. Dipakailah sentimen agama kayak di Ambon dan Poso. Ini lumayan berhasil. Untunglah konsep bhinneka tunggal ika masih terpatri di sanubari masyarakat disitu

Allahu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar