UNTUNG ADA KONSEP "BHINEKA TUNGGAL IKA"
Oleh : RIjal Pakne Avisa
Cornelis Speelman, residivis Belanda yang ditawan di Batavia dijanjikan
kebebasan asalkan mampu menghancurkan kerajaan Islam Gowa. Dengan
armada lautnya ia berniat membumihanguskan Benteng Jumpandang yang
terletak di pesisir. Untuk memuluskan niatnya ia berkoalisi dengan Aru
Palakka, Raja Bone yang merasa sakit hati akibat takluknya kerajaannya
di bawah kaki Gowa.
Pasukan Aru Palakka ini yang kemudian
diterjunkan menyerbu, sedangkan armada Speelman menghajar benteng dari
arah laut. Benteng Jumpandang takluk, Sultan Hasanuddin mundur ke
benteng Somba Opu. Benteng yang melindungi keraton akhirnya luluh
lantak. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Traktat Bongaya, 1667.
Pasca itu, dominasi laut dan supremasi politik Gowa di wilayah Timur
Nusantara dikebiri.
Aru Palakka-Hasanuddin adalah aktor.
Sutradaramya Speelman dan VOC. Kini, sejarah berulang di Timur Tengah
dengan aktor berbeda. Syiria adalah lokasinya. FSA dan Jabhat an-Nushrah
serta kelompok Salafi Jihadi lainnya, sebagaimana serdadu Palakka,
dimanfaatkan pihak asing menjadi pasukan penggebuk target utama, Basyar
Assad. Sebagaimana Sultan Hasanuddin di Nusantara Timur, Assad
sebelumnya juga memegang dominasi di wilayah Timteng. Namun, perang
saudara telah pecah, sekitar 100.000 rakyat menjadi korban perseteruan
ini. Siapa yang diuntungkan? AS dan sekutunya. Mereka telah membantu
suplai amunisi bagi kelompok anti-Assad. Sumbu ledaknya tentu saja
pemanis konflik bernama Sunni-Syiah. Anak Hafedz Assad yang terdesak ini
masih berkomplot dengan Rusia dan Tiongkok. Sedangkan FSA, Jabhat
an-Nushrah dan kelompok anti-Assad terus dikompori AS dan sekutunya. Di
sini, AS bermain licik dengan cara menempatkan kelompok anti Assad
sebagai pasukan penggebuk. Lebih irit tenaga dan biaya!
Kemarin
4 kapal perang AS sudah sliwar sliwer di perairan Suriah. Tinggal
ongkang-ongkang nunggu Basyar jatuh. Setelah itu Paman Sam menghisap
cerutu sambil menonton pertarungan berikutnya: FSA yang plural dengan
kelompok Islamis garis keras macam Jabhat an-Nushrah. Sambil menunggu
kejatuhan Assad, Lebanon diobok-obok. Isunya? Sunni-Syiah! Jelas dong,
ini isu terlaris. Kemarin bom sudah meledak di dua masjid Sunni di
Lebanon. 75 tewas, ratusan terluka. Sambil mengobok-obok Lebanon,
sekalian pula membungkam Hizbullah, boneka Iran di Lebanon. Paman Sam
bisa kontak Isra(h)ell agar sekalian membidik nyawa Saad Hariri, PM
Lebanon. Caranya tetap: pancing al-Qaidah atau organ semacamnya
memperluas eskalasi "jihad"-nya di sini. AS dan sekutunya bisa hemat
tenaga dan amunisi jika menempatkan kelompok radikal sebagai pasukan
bayangan tukang kepruk Hariri dan Hizbullah. Jika isunya belum matang,
sekalian kelompok Kristen Maronit dan sosialis Druze dipancing. Perang
saudara jilid dua bakal pecah lagi di Lebanon. Untuk mengimbangi
Hizbullah, milisi Kristen Phalangis kudu dihidupkan dan dilibatkan.
Israel biasanya yang paling semangat mengompori kelompok Maronit dan
Druze sebagaimana peristiwa di Shabra dan Syatilla.....
----
Sejarah selalu berulang, dengan narasi kisah yang hampir sama tapi
dengan aktor dan lokasi yang berbeda. Dalam melihat peristiwa di atas,
tepat kiranya mengutip dialog Prof. James Moriarty dan Sherlock Holmes,
"Kita tunggu siapa yang jadi nelayan, dan siapa yang menjadi ikan. Aku
atau dirimu?!"
---
Menurut Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan,
Indonesia ini negara kepulauan, pihak asing bakal pikir2 seribu kali
nyerbu Indonesia. Kalaupun Jakarta bisa diduduki musuh, tidak otomatis
Indonesia takluk, sebab sebagai negara kepulauan, ibukota bisa dipindah2
ke kota besar lain.
--
Untuk memecah indonesia hanya bisa
dilakukan dengan mengompori perang saudara. Ekonomi diruntuhkan terlebih
dulu, kemudian sentimen kesukuan dihembuskan. Kasus Sampit dan Sambas
adalah perangsang awal. Isu etnis kayak di Balkan Yugoslavia ini gagal.
Dipakailah sentimen agama kayak di Ambon dan Poso. Ini lumayan berhasil.
Untunglah konsep bhinneka tunggal ika masih terpatri di sanubari
masyarakat disitu
Allahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar