Kamis, 31 Oktober 2013

MEREKA TERBUNUH UNTUK UANG


Oleh: Marjolein van Pagee*)


TUAN Frans Goenee adalah pahlawan saya dalam  acara pembukaan pameran saya di International Design Cafe, Eindhoven semalam.  Sebagai mantan marinir yang bertugas di Indonesia selama perang (laiknya kakek saya), malam tadi Goenee telah membagi sebuah kisah  menyentuh tentang pengalaman perangnya selama di Indonesia.

Ketika saya memberi sambutan mengenai proyek saya yang berjudul kembang kuning –Yellow Flower, saya mendapuk Goenee untuk menyampaikan sepatah dua patah kata tentang apa yang ada dalam benaknya mengenai “kembang kuning” ( kembang kuning adalah nama pemakaman orang-orang Belanda di Surabaya)

Goenee bersedia. Ia lantas berdiri di depan dan mengawali pidatonya dengan menceritakan kisah 12 tahun lalu saat ia mengunjungi makam 5 pemuda Belanda yang gugur secara bersamaan pada 15 Januari 1949. Peristiwa menyedihkan itu terjadi  usai aksi polisionil kedua.

Front Surabaya Barat, 14 Januari 1949. Frans Goenee yang bertugas sebagai sopir truk berkenalan dengan seorang petugas sopir truk lain yang ternyata sama-sama bernama Frans. Karena kesamaan nama depan ini mereka langsung cepat akrab dan bahkan  sempat membuat lelucon tentang itu. Tak dinyana, sehari kemudian truk yang dikemudikan Frans ( yang lain ) menginjak ranjau, 5 prajurit yang ia bawa tewas seketika. Hanya Frans yang selamat dengan tanpa luka sedikitpun.


Beberapa hari kemudian, kejadian yang hampir sama dialami oleh Frans Goenee. Ceritanya, suatu waktu di jalanan yang penuh lubang, Goenee melihat dua marinir muda di sebelah kirinya tengah membawa persenjataan berat. Ia lantas menoleh, tersenyum dan mempersilahkan mereka untuk lewat terlebih dahulu. 

" Beberapa saat kemudian…" Goenee terdiam beberapa detik. " Ah sebenarnya tak seharusnya aku melakukan itu…Ya usai aku menyilahkan mereka untuk berjalan terlebih dahulu, dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat mereka menginjak ranjau dan tewas seketika dalam kondisi mengerikan”

Usai menuturkan bagian ini, saya lihat Goenee pun mulai  terdiam lagi.  Di depan para pengunjung pembukaan pameran, saya melihat air mata mulai membasahi wajahnya. Namun  secara pelan ia melanjutkan kata-katanya: 

“Kalian harus tahu, kami diberitahu bahwa kepergian kami ke Indonesia adalah untuk "restoring peace and order", untuk melindungi para penduduk lokal. Tapi tahukah kalian apa yang kami lihat di sana? Apa yang kami temui? Tahukah tuan tuan sekalian untuk apa sebenarnya pemuda-pemuda kita terbunuh di Indonesia? Untuk uang! Ya, pemerintah Belanda mengirim kami berperang hanya untuk uang! Bukan untuk menyelamatkan nyawa orang orang tak bersalah, tapi untuk menyelamatkan pabrik gula, tambang minyak, dan untuk semua itu mereka semua tewas! ”

Dan pecahlah tangis Goenee malam itu...

Tengorokan saya dan  (bisa jadi) orang orang yang menghadiri pameran itu serasa tercekat. Semua mematung, beberapa mata terlihat berkaca-kaca…

Goenee lantas melanjutkan ceritanya tentang marinir yang juga bernama Frans tersebut. Dia mencarinya ketika ia pulang kembali ke Belanda. Hingga suatu hari mereka bisa bertemu setelah bertahun tahun tak bersua. Saat pertemuan itulah, Frans mengatakan pada Goenee “Ya Tuhan, Frans...Kau tahu apa yang mengejutkanku ? Hari ini adalah tanggal 15 Januari, hari ketika aku melindas ranjau dan 5 pemuda itu tewas di  jalanan berlubang Surabaya” 

Tanpa ada yang memerintah, usai  Goenee bercerita, orang orang yang menghadiri pameran foto saya, semua menghampiri Goenee yang masih terisak: memberi genggaman hangat pada tangannya dan ikut berduka dengan apa yang pernah dialami oleh veteran tua tersebut. 

Eindhoven, 18 Oktober 2013


(ed:hendijo).fotoilustrasi:lucasmillerlahumanities

*) Marjolein van Pagee adalah perempuan Belanda yang menekuni  Perang Kemerdekaan di Indonesia sebagai subjek penelitiannya
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar