Di
jaman yang hampir semua hal diukur dengan materi, kerja ikhlas menjadi
hal yang langka. Pelakunya pun kerap disebut orang aneh, orang antik
atau orang yang melakukan hal bodoh. Kebanyakan orang di jaman ini
memang bekerja dengan "tulus" tetapi tidak ikhlas! "
Lho, apa bedanya Pak?", tanya para mahasiswa yang mengikuti kuliah atau seminar saya. Saya sering menjawab,"Tulus adalah singkatan dari TUjuannya fuLUS".
Jadi bekerja karena motivasinya adalah untuk mendapatkan uang. Jika
mendapatkan uang banyak maka bekerja keras dengan sangat baik, tetapi
jika mendapat uangnya sedikit maka kerjanya asal saja.
Hal
inilah yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bekerja untuk memperoleh
imbalan yang setimpal dengan pekerjaan menurut ukurannya masing-masing.
Tetapi jika bekerja dengan hati ikhlas, berarti bekerja dengan
berdasarkan kasih dan kerelaan hati. Seperti matahari pagi yang selalu
rajin tidak pernah terlambat selalu bersinar dan tidak pernah
mengharapkan imbalan atau balasan kembali. Matahari juga tidak peduli
apakah manusia mau menerima sinarnya atau bahkan menolaknya.
Sebuah
kisah nyata yang diceritakan oleh seorang teman saya terjadi di Bandung
beberapa waktu yang lalu. Kisah nyata ini dapat dijadikan suatu bahan
renungan tentang keihklasan hati dalam bekerja. Seorang mahasiswa yang
baru lulus menjadi sarjana kedokteran di sebuah perguruan tinggi negeri
terkenal di Bandung memilih untuk bekerja menjadi asisten laboratorium
di almamaternya. Penghasilan yang diterimanya sebagai asisten lab
sangatlah kecil, bahkan tidak mencukupi walau pun hanya untuk membayar
biaya transportasi ke kampusnya. Tetapi dia mencintai pekerjaan menjadi
asisten dan melakukannya dengan ikhlas karena memang mencintai pekerjaan
mengajar.
Banyak
orang yang mengatakan bahwa dia bodoh karena memilih bekerja menjadi
asisten lab. Padahal sebagai sarjana kedokteran dari universitas negeri
terkenal, dia memiliki peluang besar untuk bekerja di perusahaan swasta
yang memberikan penghasilan berpuluh-puluh kali lebih besar. Walau orang
tuanya pun mendesaknya untuk mencari pekerjaan lain, dia tetap memilih
membantu almamaternya menjadi asisten lab. Semua hal itu dilakukan
dengan hati yang ikhlas. "Pekerjaan ini membahagiakan hati saya",
katanya. Suatu saat datanglah seorang profesor dari Jepang berkunjung
ke universitas tersebut. Karena semua dosen sedang sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing, maka ditugaskanlah asisten lab tersebut
untuk menemani dan membantu sang profesor selama berada di Bandung.
Asisten
tersebut bisa saja menolaknya karena hal itu bukanlah tugasnya sebagai
asisten lab. Dia tidak dibayar untuk hal itu. Tetapi dia memilih untuk
tetap menerima tugas itu dengan hati yang ikhlas dan berusaha membantu
sebisanya tanpa mengeluh. Walau pun sama sekali tidak bisa berbahasa
Jepang, dia berusaha sebaik mungkin membantu sang profesor. Mengantarnya
mencari makanan untuk makan siang dan makan malam, berbelanja oleh-oleh
Bandung, berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu, dan tempat-tempat
wisata lainnya. Dia selalu mengantar ke mana pun sang profesor ingin
pergi dengan tersenyum. Setiap hari dia menjemput sang profesor dan
mengantarkannya kembali ke hotel tempat sang profesor menginap. Sampai
saatnya profesor itu kembali ke Jepang, sang profesor memberikan jam
tangannya kepada asisten lab tersebut sebagai tanda terima kasih. Hati
sang Profesor sangat tersentuh dengan keramahan dan keikhlasan hati
asisten lab yang telah membantunya selama berada di Bandung.
Beberapa
tahun kemudian, sang profesor telah terlupakan dalam ingatan asisten
lab tersebut. Dan dia masih bekerja masih bekerja ikhlas sebagai asisten
di universitas tersebut. Hingga datanglah sebuah kesempatan beasiswa
belajar kedokteran sampai jenjang S-3 dari sebuah universitas di Jepang
bagi akademisi di universitas negeri di Bandung tersebut. Dosen-dosen
yang lebih senior segera mengirimkan aplikasi permohonan beasiswa ke
universitas di Jepang tersebut.
Tetapi
ternyata oleh universitas di Jepang yang memberi beasiswa tersebut
semuanya ditolak! Ternyata sang Profesor di universitas Jepang itu yang
menolaknya. "Saya hanya mau menerima dan merekomendasikan anak muda yang dulu pernah antar-antar saya selama saya di Bandung!",
katanya dengan tegas. Akhirnya sang asisten lah yang mendapatkan
kesempatan untuk meneruskan kuliah dengan beasiswa di Jepang. Dia
melampaui dosen-dosennya yang lebih senior untuk mendapat kesempatan
kuliah lebih tinggi.
Kabar
terakhir yang saya terima, saat ini dia masih sedang menyelesaikan
kuliah S-3 kedokterannya di Jepang. Dari kisah nyata itu saya
berkesimpulan bahwa kerja ikhlas bukanlah kerja bodoh,
melainkan kerja yang sangat pintar! Walau pun dengan bekerja ikhlas
kita tidak dipedulikan atasan kita, orang disekitar kita, atau tidak
dipedulikan orang lain... tetaplah bekerja dengan ekstra kerja ikhlas!
Ingatlah! Bahwa walau pun semua orang di dunia tidak peduli dan menutup
mata terhadap apa pun keikhlasan yang kita perbuat, tetapi Tuhan akan
selalu peduli dan tidak akan menutup mata Nya kepada keikhlasan hati
kita.
Di saat yang TEPAT Dia akan memanggil malaikat Nya, "Kat, Kat, malaikat...kasih BERKAT untuk orang yang ikhlas itu".
source : ui.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar