Sebuah Kisah: The Power of Ikhlas
Oleh : Mohamad Rian Ari Sandi
Ikhlas adalah inti ajaran Islam. Bagi saya
ilmu ikhlas adalah ilmu yang seorang profesor pun belum tentu memahami dan
menguasai ilmu ini, juga ilmu yang seorang Kiai besar pun belum tentu
mengamalkannya secara konsisten dan sempurna.
Dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas
ilmu ini secara mendalam. Karena tentu saja terlalu berat bagi saya yang
pemahaman ilmu agamanya masih dangkal. Namun saya akan menuliskan sebuah cerita
yang menunjukan bahwa ada kekuatan suci yang dihasilkan dari pengamalan ikhlas.
Cerita ini saya kutip dari buku “Ikhlas Tanpa Batas” terbitan Zaman.
Alkisah ada seseorang dari kaum Bani
Israil yang rajin beribadah. Ia beribadah kepada Allah dalam masa yang lama.
Kemudian datanglah orang-orang kepadanya, menyatakan, “Di sini ada kaum yang
menyembah pohon, bukan menyembah Allah.”
Ia marah mendengar itu. Ia kemudian
mengambil kampaknya dan menyandangnya di atas pundaknya, lalu menuju pohon itu
untuk menebangnya.
Iblis menyambutnya dalam rupa seorang tua.
“Hendak ke mana engkau?” kata Iblis.
Si alim menjawab, “Aku mau tebang pohon
ini.”
Iblis bertanya, “Ada perlu apa engkau
dengan pohon itu? Engkau tinggalkan ibadah dan kesibukanmu dengan dirimu, dan
meluangkan diri untuk selain itu.”
“Sungguh ini termasuk ibadahku,” jawab si
alim.
“Aku tak akan membiarkanmu menebangnya,”
sergah Iblis.
Si alim pun berkelahi dengan Iblis. Si
alim membantingnya dan menduduki dadanya. Maka Iblis berkata, “Lepaskan aku.
Biar aku bisa bicara denganmu.”
Si alim pun
berdiri meninggalkannya, lalu berkatalah Iblis padanya, “Hai, sesungguhnya Allah
telah menggugurkan kewajiban ini darimu dan tidak mewajibkannya atasmu. Engkau
tak menyembahnya. Dan engkau tak wajib menyeru orang-orang selainmu. Allah
mempunyai nabi-nabi di muka bumi. Kalaulah Dia menghendaki, tentu Dia akan utus
mereka dan memerintahkan mereka menebangnya.”
Berkatalah si
abid, “Aku harus menebangnya.”
Iblis
menyerangnya, namun si abid mengalahkannya, membanting dan mendudukinya. Iblis
pun tidak berkutik.
Iblis lalu
berkata kepadanya, “Maukah engkau mendapatkan sesuatu yang memisahkan aku dan
engkau, dan lebih baik dan lebih berguna bagimu?”
“Apa itu?” jawab
si abid.
“Lepaskan aku
biar aku mengatakannya padamu,” kata Iblis.
Iblis pun
mengatakan, “Engkau ini orang miskin yang tak punya apa-apa. Engkau
meminta-minta kepada orang-orang yang memberimu nafkah. Tidakkah engkau senang
bila engkau bersedekah kepada saudara-saudaramu, membantu para tetanggamu,
serta menjadi kenyang dan tidak bergantung pada orang-orang.”
“Ya,” jawab si
abid.
Iblis berkata,
“Tinggalkan urusan ini dan aku akan menaruh dekat kepalamu setiap malam dua
dinar. Setiap pagi engkau mengambilnya, lalu engkau beri nafkah buat dirimu,
anak-anakmu, serta sedekah bagi saudara-saudaramu. Itu lebih berguna bagimu dan
kaum muslimin daripada menebang pohon ini yang tertanam di tempatnya, yang tak
merugikan ataupun bermanfaat buat mereka bila ditebang.”
Berpikirlah si
abid tentang apa yang Iblis katakan. Ia pun berpikir: memang benar pak tua ini.
Aku bukanlah seorang nabi, yang harus menebang pohon ini. Tidak pula Allah memerintahkan
aku untuk menebangnya, yang membuatku berdosa bila tak menebangnya. Apa yang ia
sebutkan lebih banyak manfaatnya.
Si abid pun
memintanya berjanji menepati imbalan itu dan bersumpah. Lantas kembalilah si
abid ke tempat ibadahnya.
Keesokan paginya
si abid mendapati dua dinar di dekat kepalanya. Ia pun mengambilnya. Demikian pula esoknya. Namun hari ketiga dan
berikutnya ia tak mendapati apa-apa.
Ia pun marah,
mengambil kampaknya dan menyandangnya di pundak.
Iblis
menyambutnya dalam rupa seorang tua. “Hendak kemana engkau?” tanya Iblis.
“Aku akan
menebang pohon itu,” jawab si abid.
“Engkau bohong.
Demi Allah engkau tak mampu melakukannya dan tidak ada jalan bagimu menujunya,”
kata Iblis.
Si abid pun mau
membantingnya seperti sebelumnya pernah ia lakukan.
“Tak akan bisa”,
kata Iblis.
Iblis malah
memegang dan membanting si abid, hingga ia seperti burung di hadapan Iblis.
Iblis pun menduduki dadanya, seraya berkata, “Berhentilah engkau dari perbuatan
ini atau aku akan membunuhmu.”
Si abid tak lagi
punya tenaga, dan berkata, “Engkau telah mengalahkanku. Lepaskan aku dan beri
tahu aku bagaimana aku bisa mengalahkanmu dulu tapi kini engkau bisa
mengalahkanku.”
Iblis pun
menerangkan, “Sebelumnya engkau marah karena Allah dan niatmu karena akhirat,
maka Allah menundukanku di hadapanmu. Kali ini engkau marah karena dirimu dan
dunia, maka aku berhasil menghajarmu.”
Itulah kisah
teladan yang memberi pelajaran kepada kita bahwa ikhlas merupakan suatu hal
yang sangat fundamental dalam islam. Tidak hanya itu ikhlas juga ternyata
memicu kekuatan dalam diri setiap pribadi muslim ketika melakukan kebaikan atas
dasar niat karena Allah. Semoga kita bisa terus belajar dalam mengamalkan ilmu
ikhlas tersebut. Walaupun sedikit demi sedikit.
Wallahualam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar