Suatu
ketika, al-Bazzaz menunaikan ibadah haji. Setelah beberapa hari di
Makkah, ia kehabisan bekal. Tidak sepeser pun uang dan sedikit pun
makanan yang ia miliki. Ia kelaparan.
Al-Bazzaz menelusuri
jalan-jalan, mencari pekerjaan untuk mendapatkan makanan. Namun,
hasilnya nihil. Sampai kemudian ia menemukan Sebuah kantong tergeletak
di pinggir jalan. Mulanya ia ragu untuk mengambilnya. Ia kemudian
mengambil kantong itu. Ia bawa kantong itu dan terkejut, kantong itu
berisi barang-barang berharga. Ia tidak pernah melihat barang-barang
sebagus itu sebelumnya. Ia putuskan untuk tak mengutak-atik kantong itu.
Ia ikat kembali dan akan menjaganya sampai ditemukan siapa pemiliknya.
Al-Bazzaz kembali mencari pekerjaan untuk mendapatkan makanan. Sampai
kemudian ia mendengar ada lelaki tua yang kehilangan barang. Ia
memaparkan ciri-ciri barang tersebut. Ia juga mengatakan, akan
memberikan hadiah kepada siapa pun yang menemukan barangnya itu.
O, ini pasti pemilik kantong yang aku temukan. Pikir Al-Bazzaz. Mulanya
Al-Bazzaz ragu. Apakah kantong itu akan diserahkan atau tidak.
Sementara ia sendiri sedang membutuhkan makanan. Ia sempat berpikir
buruk. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan.
Lelaki tua itu kemudian memberikan dua dinar emas kepada Al-Bazzaz sebagai imbalan. Namun, Al-Bazzaz menolak.
“Aku tidak mau menerima imbalan itu. Aku hanya menginginkan pekerjaan yang menghasilkan upah.”
Namun, lelaki tua itu mendesak agar Al-Bazzaz menerima imbalan itu.
“Aku tidak bisa menerima imbalan itu,” tegas Al-Bazzaz. “Aku tulus saat
menjaga barang itu, sampai kemudian aku mengembalikannya kepadamu. Aku
hanya bisa berharap semoga Allah memberiku balasan yang jauh lebih
besar.”
Lelaki tua itu akhirnya memahami.
Musim haji
pun usai. Para jamaah haji mulai meninggalkan Makkah. Demikian pula
Al-Bazzaz. Ia pulang ke kampung halamannya menggunakan perahu. Dalam
perjalanan, perahu itu dihantam badai. Para penumpang terempas. Namun,
Allah menakdirkan Al-Bazzaz selamat. Ia berpegangan di serpihan kayu
perahu. Selama beberapa hari ia terombang-ambing tak tentu arah. Sampai
kemudian ia terdampar di sebuah pulau. Karena ia tidak mengenal siapa
pun di pulau itu, Al-Bazzaz menuju masjid. Ia mengerjakan shalat dan
berdoa agar diberi jalan keluar. Setelah itu ia membaca Al-Quran.
Orang-orang yang ada di masjid itu kagum dengan bacaan Al-Bazzaz. Salah
seorang kemudian mendekati Al-Bazzaz.
“Syekh, tolong ajari kami membaca Al-Quran,” kata orang itu.
Di tengah kegalauan dan kesedihan, tanpa berpikir panjang ia
menyanggupi permintaan mereka mengajar membaca Al-Quran. Semakin lama,
ia semakin merasakan kebahagiaan. Demikian juga dengan mereka. Mereka
begitu bersemangat belajar bersamanya. Bahkan mereka meminta Al-Bazzaz
menetap di pulau itu, untuk terus mengajarkan Al-Quran. Al-Bazzaz
menolak. Tak terpikir ia akan menetap di sana. Para penduduk terus
mendesaknya. Bahkan mereka berniat menjodohkan Al-Bazzaz dengan salah
seorang gadis yang ayahnya telah meninggal. Akhirnya, Al-Bazzaz tak bisa
menolak permintaan mereka.
Saat diperkenalkan dengan gadis
yang dimaksud, Al-Bazzaz terpaku pada kalung di leher si gadis. Sampai
orang-orang menyangka jika ia mau menikah dengan gadis itu karena kalung
itu. Mereka tidak tahu apa yang ada dalam benak Al-Bazzaz.
Al-Bazzaz kemudian menceritakan perihal terkait dengan kalung itu.
Kalung itu adalah kalung yang ada dalam kantong yang ia temukan saat
sedang berhaji, yang ternyata milik lelaki tua. Al-Bazzaz mengembalikan
kantong itu, utuh dengan isinya, dan menolak saat lelaki tua itu hendak
memberikan imbalan emas.
Sontak orang-orang bersorak gembira. Al-Bazzaz bingung, kenapa mereka bersorak gembira.
“Lelaki tua pemilik kantong berisi emas itu adalah ayah gadis ini,”
kata mereka. “Ia adalah guru kami di sini. Ia juga pernah bercerita
tentang dirimu, pemuda yang jujur dan amanah. Ia selalu berdoa agar
suatu saat dipertemukan denganmu, kemudian menikahkan anak gadisnya
denganmu.”
“Allah mengabulkan doanya.”
Akhirnya Al-Bazzaz pun menikah dan menetap di pulau itu.
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya
kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan
mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan
berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang
yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya
dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan
pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk
berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
(Al-Hadits)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar