Kamis, 07 Agustus 2014

Kyai Alhamdulillah

Jangan Lupa kawan ucapkan Alhamdulillah untuk kondisi apapun...
Salah satu cerita Mas Achid yang paling sering penulis ingat, meskipun cerita itu beliau ungkapkan hampir sepuluh tahun yang lalu, adalah mengenai Kyai Alhamdulillah. Entah siapa nama asli kyai tersebut, tapi orang mengenal dan memanggilnya dengan sebutan Kyai Alhamdulillah. Ini karena beliau itu paling sering mengucapkan “Alhamdulillah”. Apa-apa bilang “Alhamdulillah”. Sedikit-sedikit mengucap “Alhamdulillah”. Berita baik disahut “Alhamdulillah”. Berita kurang baik tetap diucapi “Alhamdulillah”. Begitulah, kata Mas Achid, hari-hari kyai yang tinggal di Jawa Tengah itu dipenuhi dengan ungkapan “Alhamdulillah”, hingga beliau memperoleh gelar “Kyai Alhamdulillah”.

Bahwa orang-orang suka ziarah (istilah untuk kata “mengunjungi” bagi pihak yang dimuliakan) kepada beliau, karena  –kata Mas Achid–, memang penampilan beliau selaras dengan harapan kita mengenai kata “Alhamdulillah”: enak-kepenak, tentram-bahagia, senyum-ramah, sukses-jaya, puas-lega, dan seterusnya. Jadi, orang yang merasa belum memperoleh harapan-harapannya, merasa perlu “bertawasul” atau memohon doa restu dengan cara menziarahi beliau agar kiranya Allah berkenan memenuhi harapan-harapannya tersebut. Pendek kata, kata Mas Achid, baru bertemu dengan Kyai Alhamdulillah saja, baru melihat senyum beliau saja, baru bersalaman dengan beliau saja, baru menatap wajah cerah beliau saja, baru mendengar tegur-sapa penuh keramahan beliau saja, orang sudah membuncah harapannya. Beruntunglah orang yang sempat menziarahi beliau yang –kata Mas Achid—sekarang telah wafat.
Kita jadi ingat salah satu wasiat Sayyidina Ali RA tentang “Tombo Ati” (Obat untuk hati yang sedang gundah), bahwa salah satunya adalah “wong kang soleh kumpulana” (orang saleh pergaulilah). Insyaallah, Kyai Alhamdulillah itu contoh nyata dari orang  saleh yang dimaksudkan wasiat tersebut.
Sungguh, Kyai Alhamdulillah ini bertolak belakang dengan orang-orang yang   berpenampilan saleh yang  sekarang ini sering kita lihat: bukannya menyuguhkan harapan, tapi justru memaki-mencela-meremehkan-melaknat-menyalahkan-menteror-memusingkan dan seterusnya kepada sesama. Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah) dari perbuatan seperti itu.
Dalam sebuah riwayat yang dikutip banyak Kitab Kuning kurang-lebih dinyatakan, ada seorang yang tekun beribadah mati. Di akherat, ia merasa yakin akan dimuliakan Allah. Namun, justru ia dilempar ke neraka. Ia tentu saja protes: “Di mana pahala ibadahku selama ini?” Maka, sebuah suara menjawab: “Pahala ibadahmu seumur hidup itu tak cukup untuk menebus kesalahanmu.”  Karena merasa tak pernah berbuat maksiat, ia kembali protes: “Apa kesalahanku?”  Kembali terdengar suara: “Kamu pernah membuat seorang hambaKu putus-asa dari RahmatKu
Sungguh, Sang Pencipta Harapan sendiri kurang-lebih telah berfirman dalam Al Qur’an: Katakan kepada hamba-hambaKu yang telah melampaui batas, janganlah kalian berputus-harapan dari kasih Allah, sungguh Allah Maha Mengampuni dan Maha Mengasihi.
Pada hakekatnya, agama (Islam) adalah harapan yang dijanjikan Sang Maha Pencipta. Janji yang pasti dipenuhi, karena janjiNya selalu bersifat pasti. Jika seseorang mewartakan agama tanpa mampu membangkitkan harapan, orang itu telah tersesat di jalan setan. Ya, putus-harapan adalah ajaran setan yang paling nyata. Na’udzubillah
Tepat benar (selalu) sabda Nabi Muhammad SAW: sebaik-baik doa adalah (mengucapkan) “Alhamdulillah”. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji (berterima kasih) kepada Allah yang Maha Baik, Maha Kasih, Maha Sayang, Maha Pengampun, Maha Memaafkan, Maha Memberi, Maha Membimbing, dan seterusnya. Keputus-asaan, adalah kebiasaan orang-orang kafir, orang-orang yang tidak mau mengenalNya, tidak mau memohon kepadaNya, tidak tahu betapa dekat Dia.
Jika hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku, katakanlah: sungguh Aku ini dekat, sungguh akan Kupenuhi setiap doa, maka semestinya mereka berdoa kepadaKu dan  percaya kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran, begitulah kurang-lebih tarjamah ayat 186 surah Al Baqarah.
Karena Allah menyuruh kita berdoa kepadaNya, insane yang paling kita sayangi yakni Nabi Muhammad SAW menjelaskan: doa itu tulang sumsumnya ibadah.
Penjelasan mengenai setiap doa itu pasti dipenuhi, dikabulkan, penulis teringat kepada Sohibul Fadlilah KH Abdul Muchith Jejeran Wonokromo Pleret Bantul: (1) seseorang meminta A, oleh Allah segera diberi A, (2) seseorang minta A, oleh Allah diberi A tapi jarak waktunya lama, karena itulah yang terbaik bagi dia, dan hanya Allah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk dia, (3) seseorang minta A tetapi oleh Allah justru diberi B, dan itulah yang terbaik untuk dia, (4) seseorang minta A, oleh Allah diberi pahala karena itulah yang menurut Allah paling dibutuhkan olehnya.
Mari memperbanyak ucapan “Alhamdulillah”, agar gundah-nestapa-duka-lara sirna, rasakan sendiri betapa Allah memang Maha terpuji. Ahamdulillaah, alhamdulillaah, alhamdulillaah.
(KH. Muhammad Fuad Riyadi)

Source : http://www.lidahwali.com/blog/kyai-alhamdulillah/#more-449

Tidak ada komentar:

Posting Komentar