ada yang diem-diem aja. tapi kerja keras..
ada yang berkoar-koar tapi belum punya solusi malah cari kambing hitam...
ada yang berkoar-koar tapi belum punya solusi malah cari kambing hitam...
Saya tetap mengikuti perkembangan situasi di tanah air, termasuk terjadinya gejolak ekonomi akibat jatuhnya nilai rupiah akhir-akhir ini.
Saya juga mencermati perbincangan masyarakat terhadap persoalan ekonomi terkini, termasuk sejumlah pernyaatan pihak pemerintah.
Memang yang paling mudah adalah mencari "kambing hitam", atau harus ada pihak yang disalahkan, terutama terkait jatuhnya rupiah kita.
Selain alasan-alasan lainnya, seorang pejabat pemerintah juga menuding bahwa semua ini akibat kebijakan pemerintahan SBY yang salah.
Atas tudingan ini, saya minta kepada siapapun yang bersama saya 10 tahun di pemerintahan harap bersabar. Tak perlu ikut menuding kesana kemari.
Menyalahkah orang lain tak akan menyelesaikan persoalan. Itulah pelajaran yang saya petik selama dulu memimpin negeri ini.
Saya tak akan lupa, jasa para Menteri, Gubernur, Ekonom, Pebisnis dan lain-lain, yang amat sering bersama saya mengatasi persoalan ekonomi.
Termasuk kebersamaan kita, siang dan malam mengatasi gejolak minyak dunia tahun 2005 dan 2008, dan mengatasi krisis global tahun 2008 dan 2009.
Atas keputusan, kebijakan dan tindakan yang kita lakukan - tanpa menyalahkan orang lain - Alhamdulillah kita bisa selamatkan ekonomi kita.
Terimalah ucapan terima kasih saya & tetaplah bersabar jika apa yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh dulu, kini dengan mudah disalahkan.
Jika ada yang salah dengan kebijakan pemerintahan SBY, semua itu tanggung jawab saya. Saya tak akan pernah menyalahkan yang lain.
Biarlah Tuhan & rakyat yang menilai, apa yang kita lakukan & ikhtiarkan untuk mengatasi persoalan bangsa di masa pemerintahan saya dulu.
Prinsip kepemimpinan yang saya anut - pantang menyalahkan baik pendahulu maupun pengganti saya. Tabiat menyalahkan tak baik & tak arif.
Saya juga tak suka menyalahkan pendahulu. Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur & Ibu Megawati, semua ingin berbuat yg terbaik untuk rakyatnya.
Dalam situasi ini, pemerintah & rakyat tidak boleh saling salahkan apalagi cari kambing hitam. Selain tak etis, yang terpenting adalah solusi.
Sekarang saya ingin berbagi ilmu & pengalaman. Berikut bagaimana saya & para pembantu saya atasi krisis. Sebagian mengenalnya sebagai SBYnomics.
Perihal tantangan yang tidak ringan terhadap ekonomi Indonesia, telah saya sampaikan setahun yang lalu, tepatnya Oktober 2013.
Sebagai Ketua APEC tahun 2013, saya sampaikan bahwa semua "emerging economies", termasuk Indonesia, menghadapi tantangan yang berat.
Tantangan itu antara lain berupa pelambatan pertumbuhan, menurunnya nilai tukar, jatuhnya harga komoditas pertanian & mineral.
Bahkan saya sampaikan era dolar murah sudah usai. Saya perkirakan nilai tukar rupiah kita tahun 2014 tembus Rp 12.000 per 1 dolar AS.
Saya tak pernah menjanjikan rupiah akan menguat bahkan di bawah Rp 10.000 per dolar AS, karena saya tahu situasi ekonomi dunia.
Nilai tukar rupiah kita saat ini ditentukan oleh faktor "supply-demand", kebijakan moneter bank sentral AS & juga spekulasi pasar.
Tekanan ekonomi ini ada yang sifatnya global (akibat kebijakan Bank Sentral AS, turunnya pertumbuhan Tiongkok & stagnasi ekonomi Eropa).
Ada juga yg bersifat nasional, misalnya adanya defisit perdagangan & anjloknya nilai ekspor kelapa sawit, batubara & lain-lain.
Ekonomi yg kurang cerah di Tiongkok, Jepang & Eropa bagaimanapun akan menurunkan peluang ekspor & investasi di Indonesia.
Itulah sebabnya selaku Presiden saya tetapkan pertumbuhan yang realistik sekitar 5-6 %. Saya tahu situasi global, kawasan & nasional.
Saya tidak memberikan angin surga, ekonomi kita akan tumbuh tinggi hingga 7 %. Semua negara menurunkan angka pertumbuhannya.
Saat hadiri World Chinese Economic Forum di Chongqing Tiongkok 2 minggu lalu, saya diberitahu pertumbuhan ekonomi Tiongkok hanya 7 %.
Pertumbuhan Tiongkok 7 % (biasanya 8-10 %) berdampak negatif pada perdagangan & investasi ke negara lain, termasuk Indonesia.
Saya menyadari porsi sumber pertumbuhan (growth) dari neto ekspor-impor mengalami penurunan, karenanya menjaga investasi penting.
Namun, situasi perekonomian global tetap menekan investasi di Indonesia, kendati iklim, perizinan & infrastruktur terus kita perbaiki.
Karenanya sumber pertumbuhan yang sungguh kita jaga adalah konsumsi rumah tangga & pembelanjaan pemerintah. Hasilnya lumayan.
Saya setuju bahwa subsidi yang tidak tepat harus kita pangkas, Karenanya harga BBM saya naikkan tahun 2013, juga tarif listrik & gas di tahun 2014.
Penghematan anggaran juga kami lakukan dalam APBNP 2014 (sebanyak RP 43 trilyun), tetapi pembelanjaan pemerintah tetap penting.
Di kala krisis, konsumsi pemerintah (government spending) tetap penting, agar "demand" tetap terjaga & sektor riil tidak semakin menurun.
Agar daya beli rakyat, khususnya keluarga miskin tetap terjaga, kami berikan berbagai bantuan langsung agar bisa mencukupi kebutuhannya.
Ketika terjadi kenaikan harga-harga, secara moral, sosial & ekonomi pemerintah wajib membantu golongan miskin & tidak mampu.
Kebijakan subsidi memang tidak disukai oleh Neolib & ekonomi yg kapitalistik, tetapi bagi saya tetap diperlukan. Ini soal keadilan sosial.
Dengan demikian sektor riil tetap bergerak & tidak perlu ada PHK karena barang & jasa yang dihasilkan perusahaan tetap dibeli rakyat.
Seperti inilah kebijakan ekonomi yang kami jalankan, untuk menjaga pertumbuhan, lapangan pekerjaan & penurunan kemiskinan.
Meskipun tidak sempurna tetapi hasilnya nyata & ada. Pertumbuhan ekonomi kita nomor 2 di antara negara-negara anggota G-20.
Saya sadar pembangunan infrastruktur amat penting & melalui MP3EI kami alirkan ratusan triliun per tahun dari swasta, BUMN & APBN.
Kebijakan sumber pembiayaan infrastrutur ini tidak dari APBN semata, karena saya masih memprioritaskan pengurangan kemiskinan.
Kebijakan pembangunan infrastruktur & konektifitas kami tuangkan dlm MP3EI bersama Menteri, Gubernur, Ekonom, BUMN & Swasta.
Ekspansi ekonomi yang mengakibatkan kebutuhan sumber pendanaan asing & dolar AS juga kita batasi, agar rupiah kita tak makin tertekan.
Sektor riil & ekonomi mikro penting, tetapi tidak boleh mengabaikan ekonomi makro yang menjaga stabilitas & kesehatan ekonomi nasional.
Kebijakan ekonomi di era "gejolak" juga harus mensinergikan kebijakan fiskal & moneter. Saya kordinasikan untuk tidak jalan sendiri-sendiri.
Inilah garis besar kebijakan ekonomi yang saya pilih & jalankan ketika ekonomi kita mengalami tekanan. Ada alasan & "rationale-nya".
Namun, jika kebijakan ini dianggap salah, silahkan dicari kebijakan yang lebih baik. Sepenuhnya hak Presiden Jokowi & pemerintahannya.
Kebijakan ekonomi itu sebuah pilihan, selalu ada plus & minusnya. Yang penting hasilnya baik & rakyat merasakan manfaatnya.
Tetapi, negara bukanlah perusahaan, mengelola ekonomi negara tidak sama dengan mengelola bisnis. Saya yakin pemerintah paham.
Kembali terhadap apa yang saya sampaikan di tahun 2013, ternyata terjadi betul. Di antaranya nilai tukar kita merosot, bahkan lebih tajam. *SBY*
Saya tetap berpikir. Dua bulan ini saya aktif berdiskusi dengan para pemimpin politik, bisnis & ekonomi, baik di tanah air maupun di luar negeri.
Saya diundang utk dimintai pandangan saya tentang ekonomi dunia & Indonesia. Antara lain di Seoul, Hongkong, Singapura & Chongqing.
Ketika menanyakan ekonomi Indonesia tahun 2015 (outlook), saya jawab secara logis & realistik. Tetap positif, tetapi hati-hati (cautious).
Tapi saya selalu sampaikan optimisme: Presiden Jokowi & pemerintahannya akan bisa mengatasi tantangan ekonomi di tahun-tahun sulit ini.
Bagaimanapun ekonomi Indonesia jangka panjang tetap cerah. Peluang meningkatnya pertumbuhan, investasi & perdagangan juga kuat.
Kembali ke soal jatuhnya nilai tukar rupiah kita, rakyat tidak perlu terlalu panik. Pasar tidak perlu terlalu cemas. Selalu ada solusinya.
Yang penting dengan "sense of crisis" yang dimiliki, Presiden & pemerintah segera menentukan solusi, "policy response" & aksi nyata yang jitu.
Rakyat & pasar (dalam & luar negeri) sungguh menunggu penjelasan, kebijakan & langkah-langkah cepat & tepat pemerintah.
Sekali lagi, rakyat Indonesia jangan cepat pula salahkan pemerintah. Beri Pak Jokowi kesempatan & berikan pula dukungan untuk atasi masalah ini.
Tentu saja, pemerintah pun tak perlu gemar menyalahkan pihak lain. Sejak 20 Oktober 2014 tugas & tanggung jawab sudah berada di tangannya.
Itulah yang dulu saya lakukan. Selamat bekerja. Insya Allah Bapak & Ibu yang sedang mengemban amanah bisa melaksanakan & juga sukses.
Maaf, pandangan ini saya sampaikan di media sosial, tak selalu mudah masuk ke liputan media konvensional, terutama di dalam negeri.
------------------------
*Dikutip dari akun Twitter @SBYudhoyono.Ditulis langsung oleh SBY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar